Translate

Rabu, 10 September 2014

Ahok : Jokowi, Kamu Berbeda

Not disclaimer. Penulis tidak menerima apapun dari penulisan fanfiction ini Mohon maaf jika pihak yang terkait dalam cerita ini merasa kurang berkenan. Ini hanya sekedar untuk have fun aja. Please enjoy :-)

Ahok's POV

Sudah sejak sepuluh menit yang lalu, aku menyaksikan si bajingan itu berkoar-koar menantangku didepan televisi. Iya, ia hanya bajingan yang hanya menginginkan kekuasaan mutlak. Orang-orang munafik bermuka santun tapi sebenarnya pencuri berkedok wakil rakyat.

Aku muak dengan semua manuver-manuver partai Koalisi Merah Putih yang mencoba menghalalkan segala cara untuk menuntaskan dendam mereka atas kekalahan pilpres kemarin. Aku geram melihat mereka yang berusaha setengah mati menjatuhkan teman sekaligus bosku, Pak Jokowi. Harusnya mereka berfikir kalau kekalahan mereka itu karena ulah mereka sendiri. Aku sudah memperingatkan mereka untuk tak menyerang Pak Jokowi dengan black champaign yang membabi buta. Aku paham betul kalau black champaign pada akhirnya hanya akan menimbulkan simpati dari rakyat untuk lawan. Dan lihat saja, aku benar sepenuhnya.

***
Normal POV

Mata Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyipit geram, "Oke, kalo itu yang kalian mau. Gue bakal turutin. Gue urus semuanya besok."

Ahok bangun dari tempat duduknya. Dia melirik jam tangannya lalu menghampiri ruangan Pak Jokowi di lantai bawah. Dia bertanya pada sekretaris Pak Jokowi kemana Pak Jokowi pergi saat itu. Sekretaris itu menjelaskan keberadaan bosnya. Ahok mengangguk mengerti. Segera dia bersama ajudannya pergi bersama ketempat yang dibilang sekretaris itu.

"Mau kemana Pak kita sekarang?" tanya Ajudan heran. Tidak biasanya si bos pergi di jam kerja. Memang, selama Pak Jokowi cuti kampanye, Pak Ahok jadi sering pergi-pergian. Gantiin beliau blusukkan, katanya, kalau ditanya orang. Tapi, ketika Pak Jokowi kembali lagi menjadi gubernur, Pak Ahok kembali ke habitat awalnya. Beliau lebih suka ndekem dikantor sampai malam daripada keluyuran di jalanan.

Ahok tersentak kaget. " Eh, kita ke daerah Rusun Marunda ya Pak. Saya mau menemui Pak Jokowi." Ajudan Ahok mengangguk mengerti.

Begitu sampai di Rusun Maruda, Ahok menelepon Jokowi. Dia ingin menahan Jokowi agar tidak pergi kemana-mana. Setelah beberapa kali menelpon namun tidak diangkat, Ahok mendesah pasrah. Ini yang Ahok tidak suka dari blusukkan bosnya itu. Beliau jadi sangat sulit dihubungi.

Ahok memutuskan untuk berkeliling mencari Jokowi. Dan itu tidak berlangsung lama. Bosnya tak pernah pergi ke suatu tempat tanpa ratusan bahkan ribuan massa yang mengelilinginya. Dia selalu menjadi magnet orang-orang disekitarnya untuk datang menghampiri.

Dan benar saja, Pak Jokowi kini tengah berada di antara ribuan warga ketika ingin kembali ke mobil dinasnya. Dia terlihat santai dan menikmati keadaan. Beliau terlihat tak peduli dengan udara panas dan tarikan-tarikan warga yang berdesakan mencoba menghampirinya. Dari kejauhan, Ahok tersenyum geli melihat seorang Paspampres berbaju batik kuning yang bersunggut-sunggut mencoba menghalangi seorang ibu-ibu yang mencoba memeluk Jokowi. Sementara itu, seorang anggota paspampres berbaju batik biru lainnya terlihat setengah frustasi menghalangi wartawati cerewet yang mengacungkan alat perekam suara persis didepan mulut Jokowi. Para anggota Paspampres itu terlihat kesal dan lelah. Berbanding terbalik dengan wajah Jokowi yang telihat cerah bersemangat.

Salah satu Anggota Paspampres menujuk keberadaan Ahok kepada Jokowi. Jokowi tersenyum. Dia melambaikan tangannya ke Ahok. Berlari kecil meninggalkan Paspampres yang masih sibuk menghalangi warga dan wartawan yang masih berusaha mengejarnya.

"Eh, ada Pak Ahok. Ada apa Pak Ahok? Bapak pasti pengen blusukkan ya bareng saya" goda Jokowi. Ahok tertawa, " Ga usah lah Pak. Nanti kalo saya kurus mendadak kan repot. Lagian saya kesini nyari bapak bukan mau ikut blusukkan. Saya ingin ketemu bapak, pengen minta pertimbangan."

Jokowi mengernyit sesaat lalu tersenyum. "Yo weis, kita ngobrol di Warung Soto Diafie saja. Kita bisa ngobrol sepuasnya disana." Jokowi merendahkan suaranya, " Bener-bener kita berdua aja loh ya. Tanpa Paspampres." Ahok tertawa geli. "Siap bos!" kata Ahok sambil dengan gestur hormat. Lalu mereka berdua masuk kedalam bersama.

***

Selama di perjalanan, Ahok seringkali tak habis pikir dengan karaker Jokowi yang menurutnya kadang sangat berlainan dengan wajahnya. Dua tahun mengenal Jokowi, Ahok sering dibuat terkejut dengan pola pikir bosnya itu yang suka melawan arus. Sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan Jawa, sudah pasti Jokowi tak bisa lepas dari keramahan dan toto kromo adat jowo. Tapi sebenarnya, dibalik wajah yang menurut Jokowi sendiri 'ndeso dan ndak suka macem-macem' itu, Jokowi merupakan sosok yang tak akan segan mengambil resiko-resiko besar dan terlihat ingin mendobrak kemapanan.

Ahok sering tertawa mendengar ocehan lawan politik Jokowi tentang ketidaktegasan Jokowi selama memimpin DKI. Jokowi mencla-mecle, itu omong kosong! Ahok masih ingat betul keteguhan hati Jokowi memilihnya sebagai pendamping dibanding nama setenar Deddy Mizwar. Ahok maklum dengan sorot mata keraguan dalam diri Bu Mega. Ya, dia tahu dia hanya 'anak baru' dikalangan elite politisi. Tak ada yang mengenal Ahok sebelumnya. Selain itu agama dan etnis menjadi kendala tersendiri. Tak ada yang yang memungkiri kalau Deddy Mizwar dan Ahok seperti beda langit dengan bumi.

Saat itu, Jokowi sudah cukup populer dikalangan warga sebagai walikota Solo yang jujur, sederhana dan mempunyai rekam jejak yang bagus selama tujuh tahun masa kepemimpinannya. Tentu lebih mudah baginya jika menggandeng partner sekaliber Deddy Mizwar. Selain itu,  Ahok pun belum pernah bertemu atau mendengar berita tentang Jokowi sebelumnya. Dan betapa herannya Ahok ketika Jokowi memilihnya, walau pertemuan mereka baru sekejap mata.

Ahok tak pernah menyangka kalau sosok kurus dan kalem yang sedari tadi diam di sudut ruangan di Kebagusan malam itu ternyata terang-terangan memilihnya di hadapan Mega dan Prabowo. Ahok masih ingat dengan wajah Bu Mega yang tercengang, terlebih setelah Jokowi 'mengancam' akan kembali ke Solo jika wagubnya bukan Ahok. Ahok menatap Jokowi, bingung, antara percaya dan tidak percaya. Menjadi wagub di Ibukata? Walau belum tentu terjadi, Ahok tak pernah menyangka kalau dia ada di tangga pertama jalan mewujudkan impiannya.

Bu Mega mencoba membujuk Jokowi untuk berpikir ulang. Jokowi tak bergeming. Prabowo memilih untuk mengunci mulutnya rapat-rapat, enggan berkomentar lebih lanjut. Suasana yang menegang membuat Ahok salah tingkah. Ahok mencoba membuat kontak mata dengan Jokowi yang tetap tenang. Tapi Jokowi tak memperhatikan. Wajah Jokowi mengeras, menunjukkan kebulatan tekad yang kuat atas keputusannya. Saat itu, Ahok benar-benar terpesona aura kepemimpinan Jokowi. Jokowi seakan menjadi orang yang berbeda dengan walikota lugu yang kemarin mempromosikan mobil Esemka.

Dan selama mereka bersama, Ahok tak pernah bosan melihat sisi-sisi penuh kejutan dari orang kini duduk disampingnya.

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar