Pasca pengesahan RUU Pilkada oleh DPRD pada sidang paripurna Kamis, 26 September kemarin, terjadi gelombang kekecewaan yang sangat luas di kalangan warga media sosial. Netizen menganggap kalau Pilkada lewat DPRD adalah salah satu bentuk pembungkaman terhadap suara rakyat. Dengan adanya UU tersebut, rakyat kini tak bisa lagi menggunakan hak politiknya untuk memilih kepala daerahnya sendiri. Hal yang di anggap banyak pihak sebagai kemunduran demokrasi.
Kekesalan rakyat terhadap UU Pilkada ini nampaknya sudah sedemikian besar hingga hastag #ShameOnYouSBY mampu bertengger selama dua hari di Trending Topic Internasional. Walaupun pihak twitter sempat menghilangkan tagar tersebut karena dianggap menghina pemimpin negara, cuitan rakyat sebagai bentuk penolakan pada pengesahan RUU Pilkada tersebut justru tak kunjung redam. Rakyat justru makin bersemangat untuk menyalurkan aspirasinya lewat tagar #ShamedByYou , yang kalau di perhatikan lebih lanjut merupakan kepanjangan dari SBY, Bapak presiden yang sangat kita hormati. Terhitung sampai minggu malam, cuitan warga medsos pada tagar #ShamedByYou mencapai lebih dari 168 ribu mention dan merajai Trending Topic Indonesia seharian penuh. Tentu ini merupakan rekor tersendiri mengingat temanya yang syarat politik. Sangat jarang sebelumnya, hal-hal berbau politis masuk dalam jejeran 'topik-topik terhangat di masyarakat' twitter yang menurut Menteri Komunikasi dan Teknologi kita tercinta, sebagian besar penggunannya belum akil baligh.
Menarik memang menyaksikan manuver-manuver Partai Demokrat dengan janji manisnya untuk mendukung Pilkada langsung. Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana 'wajah tulus' Pak SBY di youtube yang menyatakan akan mendukung Pilkada langsung karena dianggap merupakan keinginan sebagian besar masyarakat Indonesia. Jujur saja, saya termasuk salah satu orang yang optimis kalau Koalisi Indonesia Hebat akan menang dengan adanya dukungan Demokrat. Saya percaya kalau Demokrat, sekorup apapun kadernya, masih memiliki hati nurani dalam diri Ketua Dewan Pembinanya. Dari pulang sekolah, saya sangat bersemangat menyaksikan Sidang Paripurna. Saat itu, saya benar-benar mengagumi argumen-argumen cerdas para anggota dewan kita yang terhormat tentang aplikasi demokrasi kita saat ini. Saya menyaksikannya dengan sabar jalannya persidangan, tak peduli dengan kerasnya suara para anggota dewan yang saling adu mulut. Keinginan saya sederhana. Saya hanya ingin melihat pengesahan keputusan, yang saya dan sebagian besar masyarakat Indonesia inginkan. Dan betapa mencelos hati saya, ketika di detik-detik pengambilan voting, Demokrat dengan seenaknya memilih walk out dari persidangan. Saat itu, saya benar-benar kecewa! Saya sadar bahwa bajingan-bajingan tersebut telah merebut hak politik saya. Yang saya tahu hanya mereka tak berhak melakukannya!
Harus saya akui bahwa Demokrat telah memainkan perannya sangat baik. Keputusan mereka begitu mengejutkan banyak pihak. Mungkin bagi KMP, ini adalah suatu kemenangan besar dan patut dirayakan. Tapi menurut rakyat Indonesia, ini adalah pembunuhan demokrasi secara brutal.
Kita semua tahu, bahwa KMP begitu serius dalam mengembalikan kejayaan Orde Baru demi mengganggu pemerintahan Jokowi ke depannya. Tindakan meraka yamg dilandasi semangat balas dendam, membuat mereka melakukan serangan-serangan secara membabi buta. Mereka tak peduli bahwa rakyatlah yang harus membayar harga yang sangat mahal atas hilangnya hak untuk bersuara. Sudah menjadi rahasia umum, kalau Pengesahan RUU Pilkada ini adalah langkah awal dengan tujuan akhir yang jelas, yaitu Pemilihan Presiden oleh MPR.
KMP sangat jelas ingin melemahkan pengaruh Jokowi di tingkat daerah. Mereka ingin membuat pemerintahan Jokowi berjalan sendiri tanpa koordinasi dengan daerah. Tapi itu tidak akan berhasil. Rakyat sudah cerdas. Rakyat kini sudah tahu siapa yang tulus, siapa yang hanya mementingkan kekuasaan. KMP harus tahu kalau RUU Pilkada bukan hanya usaha untuk mengalahkan Jokowi, tapi juga bentuk tantangan terhadap rakyat Indonesia seluruhnya. Dan Jokowi juga harus mengerti kalau dia tak hanya memiliki Koalisi Indonesia Hebat yang mendukungnya, tapi mempunyai jutaan rakyat Indonesia yang akan dengan sepenuh hati membelanya.
Sebagai seorang masyarakat awam, saya membayangkan kalau Jokowi akan melakukan pengerahan massa di Gedung MK untuk menolak Penetapan RUU Pilkada tersebut sebagai Undang-Undang yang sah. Jokowi bukan orang yang pandai berpidato di depan umum, besar kemungkinan dia akan melibatkan Ahok sebagi orator pembakar semangat. Kita semua tahu, kalau Ahok punya daya analitis yang sangat tinggi dengan detail yang mengagumkan. Dia orang yang mudah mempengaruhi orang lain dengan argumen-argumen yang sangat masuk akal dan mudah di cerna kaum awam.
Karenanya, Ahok harus berorasi meyakinkan rakyat untuk menuntut pembubaran KMP, pembersihan parlemen dari unsur KMP, dam pelarangan siaran tv si Lumpur Lapindo. Saya rasa, semua orang setuju kalau KMP adalah organisasi berbahaya yang dapat menggangu kelangsungan hidup rakyat banyak. Kita bisa lihat sendiri bagaimana usaha KMP untuk mengubah undang-undang bahkan membunuh demokrasi. Lagipula, tak ada yang di rugikan seandainya KMP di bubarkan. 250 juta rakyat justru akan selamat dari pembodohan politik dan pelegalan kesewenang-wenangan pejabat.
Kalaupun pembubaran KMP dirasa mustahil dan melanggar Undang-Undang Dasar, kita sebagai rakyat kini hanya bisa yakin pada kinerja Hamdan Zoelfa di MK. Kita harus percaya kalau MK adalah lembaga yang masih memiliki hati nurani. Dan kalau pun itu masih gagal, kita hanya bisa mengingat bahwa PKS, Gerindra, PPP, Golkar, dan Demokrat adalah partai-partai pengkhianat bangsa dan negara kita tercinta.