Translate

Minggu, 28 September 2014

Pengesahan RUU Pilkada Oleh DPRD, Ahok Jadi Orator?

Pasca pengesahan RUU Pilkada oleh DPRD pada sidang paripurna Kamis, 26 September kemarin, terjadi gelombang kekecewaan yang sangat luas di kalangan warga media sosial. Netizen menganggap kalau Pilkada lewat DPRD adalah salah satu bentuk pembungkaman terhadap suara rakyat. Dengan adanya UU tersebut, rakyat kini tak bisa lagi menggunakan hak politiknya untuk memilih kepala daerahnya sendiri. Hal yang di anggap banyak pihak sebagai kemunduran demokrasi.

Kekesalan rakyat terhadap UU Pilkada ini nampaknya sudah sedemikian besar hingga hastag #ShameOnYouSBY mampu bertengger selama dua hari di Trending Topic Internasional. Walaupun pihak twitter sempat menghilangkan tagar tersebut karena dianggap menghina pemimpin negara, cuitan rakyat sebagai bentuk penolakan pada pengesahan RUU Pilkada tersebut justru tak kunjung redam. Rakyat justru makin bersemangat untuk menyalurkan aspirasinya lewat tagar #ShamedByYou , yang kalau di perhatikan lebih lanjut merupakan kepanjangan dari SBY, Bapak presiden yang sangat kita hormati. Terhitung sampai minggu malam, cuitan warga medsos pada tagar #ShamedByYou mencapai lebih dari 168 ribu mention dan merajai Trending Topic Indonesia seharian penuh. Tentu ini merupakan rekor tersendiri mengingat temanya yang syarat politik. Sangat jarang sebelumnya, hal-hal berbau politis masuk dalam jejeran 'topik-topik terhangat di masyarakat' twitter yang menurut Menteri Komunikasi dan Teknologi kita tercinta, sebagian besar penggunannya belum akil baligh.

Menarik memang menyaksikan manuver-manuver Partai Demokrat dengan janji manisnya untuk mendukung Pilkada langsung. Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana 'wajah tulus' Pak SBY di youtube yang menyatakan akan mendukung Pilkada langsung karena dianggap merupakan keinginan sebagian besar masyarakat Indonesia. Jujur saja, saya termasuk salah satu orang yang optimis kalau Koalisi Indonesia Hebat akan menang dengan adanya dukungan Demokrat. Saya percaya kalau Demokrat, sekorup apapun kadernya, masih memiliki hati nurani dalam diri Ketua Dewan Pembinanya. Dari pulang sekolah, saya sangat bersemangat menyaksikan Sidang Paripurna. Saat itu, saya benar-benar mengagumi argumen-argumen cerdas para anggota dewan kita yang terhormat tentang aplikasi demokrasi kita saat ini. Saya menyaksikannya dengan sabar jalannya persidangan, tak peduli dengan kerasnya suara para anggota dewan yang saling adu mulut. Keinginan saya sederhana. Saya hanya ingin melihat pengesahan keputusan, yang saya dan sebagian besar masyarakat Indonesia inginkan.  Dan betapa mencelos hati saya, ketika di detik-detik pengambilan voting, Demokrat dengan seenaknya memilih walk out dari persidangan. Saat itu, saya benar-benar kecewa! Saya sadar bahwa bajingan-bajingan tersebut telah merebut hak politik saya. Yang saya tahu hanya mereka tak berhak melakukannya!

Harus saya akui bahwa Demokrat telah memainkan perannya sangat baik. Keputusan mereka begitu mengejutkan banyak pihak. Mungkin bagi KMP, ini adalah suatu kemenangan besar dan patut dirayakan. Tapi menurut rakyat Indonesia, ini adalah pembunuhan demokrasi secara brutal.

Kita semua tahu, bahwa KMP begitu serius dalam mengembalikan kejayaan Orde Baru demi mengganggu pemerintahan Jokowi ke depannya. Tindakan meraka yamg dilandasi semangat balas dendam, membuat mereka melakukan serangan-serangan secara membabi buta. Mereka tak peduli bahwa rakyatlah yang harus membayar harga yang sangat mahal atas hilangnya hak untuk bersuara. Sudah menjadi rahasia umum, kalau Pengesahan RUU Pilkada ini adalah langkah awal dengan tujuan akhir yang jelas, yaitu Pemilihan Presiden oleh MPR.

KMP sangat jelas ingin melemahkan pengaruh Jokowi di tingkat daerah. Mereka ingin membuat pemerintahan Jokowi berjalan sendiri tanpa koordinasi dengan daerah. Tapi itu tidak akan berhasil. Rakyat sudah cerdas. Rakyat kini sudah tahu siapa yang tulus, siapa yang hanya mementingkan kekuasaan. KMP harus tahu kalau RUU Pilkada bukan hanya usaha untuk mengalahkan Jokowi, tapi juga bentuk tantangan terhadap rakyat Indonesia seluruhnya. Dan Jokowi juga harus mengerti kalau dia tak hanya memiliki Koalisi Indonesia Hebat yang mendukungnya, tapi mempunyai jutaan rakyat Indonesia yang akan dengan sepenuh hati membelanya.

Sebagai seorang masyarakat awam, saya membayangkan kalau Jokowi akan melakukan pengerahan massa di Gedung MK untuk menolak Penetapan RUU Pilkada tersebut sebagai Undang-Undang yang sah. Jokowi bukan orang yang pandai berpidato di depan umum, besar kemungkinan dia akan melibatkan Ahok sebagi orator pembakar semangat. Kita semua tahu, kalau Ahok punya daya analitis yang sangat tinggi dengan detail yang mengagumkan. Dia orang yang mudah mempengaruhi orang lain dengan argumen-argumen yang sangat masuk akal dan mudah di cerna kaum awam.

Karenanya, Ahok harus berorasi meyakinkan rakyat untuk menuntut pembubaran KMP, pembersihan parlemen dari unsur KMP, dam pelarangan siaran tv si Lumpur Lapindo. Saya rasa, semua orang setuju kalau KMP adalah organisasi berbahaya yang dapat menggangu kelangsungan hidup rakyat banyak. Kita bisa lihat sendiri bagaimana usaha KMP untuk mengubah undang-undang bahkan membunuh demokrasi. Lagipula, tak ada yang di rugikan seandainya KMP di bubarkan. 250 juta rakyat justru akan selamat dari pembodohan politik dan pelegalan kesewenang-wenangan pejabat.

Kalaupun pembubaran KMP dirasa mustahil dan melanggar Undang-Undang Dasar, kita sebagai rakyat kini hanya bisa yakin pada kinerja Hamdan Zoelfa di MK. Kita harus percaya kalau MK adalah lembaga yang masih memiliki hati nurani. Dan kalau pun itu masih gagal, kita hanya bisa mengingat bahwa PKS, Gerindra, PPP, Golkar, dan Demokrat adalah partai-partai pengkhianat bangsa dan negara kita tercinta.

Kamis, 18 September 2014

Pidato Tentang Sistem Pendidikan

Ass. Wr. Wb Salam sejahtera bagi kita semua.

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sehingga pada kesempatan kali ini kita bisa berkumpul bersama dalam keadaan sehat walafiat.

Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas sedikit tentang praktik bullying yang terjadi di salah satu sekolah terkemuka di DKI Jakarta. Berita penganiayaan 13 siswa kelas XII terhadap seorang siswa kelas X, kini telah menjadi  sorotan utama di sejumlah media massa. Bagaimana tidak, tindakan bullying tersebut dilakukan di sekolah negeri yang berada tepat di Ibukota. Terlebih, sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah unggulan dan menjadi favorite  di daerahnya.

Berita ini tentu membuat prihatin banyak pihak, termasuk saya. Ini membuktikan bahwa fasilitas terbaik dan kemudahan dalam akses tranportasi dan informasi tak menjamin peningkatan pada mutu pendidikan itu sendiri. Kita semua sadar, ada yang salah dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan saat ini yang hanya terfokus pada pengembangan kecerdasan secara intelektual, tidak di imbangi dengan pengembangan kecerdasan emosional yang memadai. Akibatnya terlihat jelas dengan kurang kuatnya pemahaman dasar siswa tentang nilai baik dan buruknya sesuatu. Emosi siswa yang tidak stabil menjadikan siswa mudah menerima paham-paham negatif  yang seringkali berlawanan dengan etika dan norma di masyarakat.

Maka dari itu, diperlukan peran orang tua untuk turut aktif  memberikan pendidikan karakter dan moral yang baik sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat di minimalisir.

Demikiaan pidato singkat dari saya. Semoga bermanfaat. Atas perhatiaannya, saya ucapkan terima kasih. Wass. Wr. Wb

Rabu, 17 September 2014

Ahok Pergi Karena Jokowi

Melihat sepak terjang Wakil Gubernur DKI Jakarta yaitu Basuki Tjahaja Purnama dua minggu terakhir memang sangat menarik dan menghibur. Media seakan tak pernah bosan untuk meliput segala ucapan dan tindakan Ahok, terlebih pasca pengunduran dirinya sebagai kader Gerindra. Perlawanan Ahok terhadap Gerindra tentang pemilihan kepala daerah lewat DPRD menimbulkan gejolak sendiri dimasyarakat. Rakyat disuguhkan dengan drama terbaik yang mempertontonkan karakter asli dari para tokoh yang terlibat. Secara tidak langsung, rakyat telah diberikan pendidikan politik yang sangat berharga. Rakyat kini mengerti betapa besar peran mereka dalam menentukan nasib bangsa. Dan akibatnya, rakyat secara spontan ikut aktif menyuarakan pendapatnya apabila terjadi penolakan atas pengambilan keputusan-keputusan yang berdampak luas terhadap kelangsungan hidup masyarakat kedepannya.

Fenomena ini adalah salah satu dari rangkaian peristiwa-peristiwa unik bersejarah yang tak pernah terjadi sebelumnya. Kita semua tahu bahwa Pilkada DKI Jakarta tahun 2012 bener-benar telah menunjukkan efek domino terhadap sistem politik dan ketatanegaraan negara. Setelahnya, muncul figur-figur reformis demokrasi yang mampu mendobrak tembok pembatas antara pejabat dan rakyat. Sikap apatis rakyat terhadap para pejabat dan politikus semakin berkurang seiring dengan berkembangnya harapan bahwa masih ada pejabat yang benar-benar peduli pada kesejahteraan rakyat dan berusaha merealiasikan janji-janji politik semasa kampanye dengan sepenuh hati. Rakyat yang merasa lebih dekat dengan pemimpinnya secara emosional otomatis tergerak untuk mendukung dan menyukseskan kebijakan-kebijakan yang di ambil pemimpinnya. Mereka yakin kalau pemimpin mereka tengah berkerja dan berjuang mati-matian agar aspirasi mereka terpenuhi.

Pasca pilpres banyak yang  mengklaim bahwa rakyat kini tengah terbelah dan terkotak-kotak antara kubu No. 1 atau kubu No. 2. Tapi sebenarnya tak ada ketegangan berlebih pasca kubu No. 2 di sahkan oleh MK. Rakyat kembali ke kehidupan sebelumnya. Tak ada silang sengketa apalagi pertikaian dan perang dingin yang sering diberitakan dimana-mana.

Suasana yang kembali menegang itu tak lebih hanya karena kekecewaan dan kekesalan kubu yang kalah pilpres kemarin. Mereka tak segan memeras otak demi menciptakan ide-ide licik dalam upaya menghambat kelangsungan masa pemerintahan presiden yang baru. Puncaknya adalah ketika Koalisi Merah Putih mencoba mengubah sistem pemilihan kepala daerah lewat DPRD. Segala dalil dari sudut pandang hukum dan agama mereka keluarkan untuk membenarkan tindakan mereka. Tapi rakyat tahu, rakyat sedang menilai siapa yang tulus bekerja untuk rakyat dan siapa yang sedang memakai topeng bermuka manis yang hanya memikirkan segelintir orang saja.

Sikap Ahok yang terang-terangan menyatakan berseberangan dengan Partai Gerindra sebagai partai pengusungnya menjadi wagub DKI Jakarta menimbulkan banyak tanggapan positif dari masyarakat. Penyataan beliau yang hanya ingin menjadi budak rakyat mampu membangkitkan people power perlawanan rakyat atas kesewenang-wenangan pejabat. Kini rakyat yang ada di belakang Ahok, siap membela Ahok melawan tirani mayoritas.

Ada yang bilang kalau sikap politik Ahok yang berbeda dengan Partai Gerindra hanyalah bagian dari manuver-manuver politik Ahok untuk Oktober atau 2017. Ahok memang menjadi salah satu kandidat terkuat untuk pos Menteri Dalam Negeri kabinet Jokowi-JK, tapi itu tak lantas membenarkan dugaan tersebut.

Sikap Ahok menolak pilkada lewat DPRD sangat mungkin muncul dikarenakan alasan perbedaan ideologi. Ahok merasa bahwa Gerindra tak konsisten dengan politik yang mengandalkan rekam jejak. Sah-sah saja memang Ahok menolak ide pilkada lewat DPRD dengan keras. Itu adalah prinsip dasar orang yang jujur. Nuraninya pasti memberontak apabila dia membiarkan begitu saja undang-undang yang berpotensi besar menyuburkan aksi KKN dan suap-menyuap di kalangan elite politik.

Ahok sering bilang kalau tujuan dia berpolitik adalah untuk membantu dan memperjuangkan hak-hak orang miskin. Ahok tahu kalau orang miskin tak punya kekuatan apa-apa untuk melawan kesewenang-wenangan dan penyalahgunaan jabatan. Dengan pengalamannya yang seringkali merasakan diskriminasi, Ahok pasti paham betul rasanya tersisihkan.

Berpartner dan berteman dengan Jokowi selam dua tahun lebih, tentu membuat Ahok memiliki kedekatan personal yang erat dengan Jokowi. Kita tentu sering melihat statment-statment 'galau' Ahok waktu pilpres kemarin. Ahok berada dalam posisi terjepit di antara dua orang yang cukup berjasa dalam kariernya. Ahok sadar kalau pilihannya kepada salah satu kubu pasti akan mengakibatkan pihak lain tersakiti. Tapi untuk hal ini, Ahok cukup bijak untuk memberikan dukungannya pada Prabowo-Hatta. Ahok tahu kalau Jokowi akan mengerti. Dia tak akan marah dan pasti menghormati apapun pilihan politik Ahok.

Pada salah satu wawancara, bahkan Ahok pernah mengungkapkan kalau memilih antara Prabowo dengan Jokowi sama saja dengan disuruh memilih antara istri resmi dan selingkuhan. Ketika ditanya lebih lanjut siapa yang istri resmi, Ahok menjawab gamblang kalau dia secara resmi adalah kader Gerindra. Mendengar pernyataan Ahok, presenter tersebut mencecarnya dengan bertanya tentang alasan Ahok menjadikan Jokowi 'selingkuhan'. Dengan terus terang Ahok menjawab, kalau secara personal dia merasa lebih dekat dengan Jokowi. Komunikasi intens dan pertemuan rutin yang akrab, membuat Ahok merasa kalau dia telah  menemukan 'seseorang yang lebih cocok'.

Pertemuan Ahok dengan Prabowo pun boleh jadi sangat jarang terjadi. Ahok bilang kalau pertemuannya dengan Prabowo seringkali hanya berupa pertemuan formal antara Dewan Pembina dan kadernya saja. Kalau melihat fakta diatas, tidak salah memang kalau banyak yang meragukan loyalitas Ahok pada Gerindra. Banyak yang menyangsikan bahwa Ahok benar-benar mencoblos Prabowo di bilik suara 9 Juli kemarin. Biar bagaimana pun, Ahok tak bisa benar-benar menyakiti Jokowi yang lebih dia anggap sebagai temannya. Tanpa menafikan peran Gerindra, Ahok sadar kalau berkat Jokowi lah dia bisa menduduki jabatan DKI2.

Sebagai seorang teman, Ahok tahu betul karakter Jokowi. Sikap Jokowi yang selalu tulus dan jujur membuat Ahok, yang begitu kaku terhadap konstitusi, mau tak mau menjadi luluh. Kita tentu bisa melihat sendiri betapa seringnya Ahok memuji bosnya itu. Prinsip mereka adalah bagi kerja, Jokowi selalu meyakinkan Ahok kalau tak ada satu pun alasan untuk membuat mereka harus bersaing. Mereka berdua  sama-sama yakin, kalau tanpa adanya kepentingan, mereka tak akan mungkin bentrok. Hal ini lah yang membuat hubungan mereka selalu baik-baik saja. Perbedaan pendapat selalu mereka selesaikan bersama tanpa perlu mengumbar statement saling menjatuhkan di muka publik.

Salah satu kelebihan Jokowi adalah Jokowi tak pernah menganggap seseorang lebih rendah kedudukannya darinya. Tak heran, kalau dia memperlakukan Ahok benar-benar sebagai wakil bukan sebagai ban serep yang biasa terjadi sebelumnya. Jokowi seringkali membiarkan Ahok memutuskan kebijakan. Dengan sering mendapat kepercayan besar, Ahok jadi merasa benar-benar dibutuhkan. Kemampuan problem solving Ahok berkembang bersama Jokowi. Hal yang tak akan pernah terjadi bila bersama orang lain.

Wajar bila Ahok takut kehilangan Jokowi dan tak rela jika Jokowi 'meninggalkan' dia sendiri di Ibukota. Kita tentu pernah dengar salah satu statement Ahok yang seolah-olah menyatakan kalau dia benar-benar takut  kehilangan Jokowi. Ahok tahu kalau sangat sulit mencari orang jujur dan sejalan dengannya untuk menegakkan kontitusi. Terlebih, Jokowi juga bukan tipe orang yang gila jabatan dan penghargaan. Jokowi tak pernah berusaha untuk menonjolkan diri di depan publik apalagi mengklaim pikiran mereka berdua sebagai usaha pribadi.

Walaupun Ahok tak rela Jokowi pergi, tapi Ahok tak punya kuasa untuk menahan keinginan bosnya. Jokowi telah mendapat mandat dari Megawati untuk menjadi (calon) presiden atas desakan dari rakyat. Ahok tahu kalau Jokowi kini milik Indonesia yang ingin meminangnya. Ahok tentu berharap untuk bisa bersama lebih lama dengan Jokowi. Tapi kemudian keinginannya itu terbentur dengan sikap politik partai. Ahok tentu tak rela 'bercerai' begitu saja dengan Jokowi. Karenanya, tak heran kalau Ahok terlihat enggan mengkampanyekan Prabowo. Itu semua terjadi karena Ahok terlihat gerah dengan cara partainya menjatuhkan Jokowi. Tak jarang, Ahok justru sering pasang badan membela Jokowi dengan meng-counter serangan-serangan verbal dari kubu No. 1.

Pembelaan-pembelaan Ahok yang terlihat cerdas dan logis seringkali membuat kampanye hitam yang diarahkan ke Jokowi berbalik arah. Akibatnya timbul simpati rakyat pada Jokowi secara meluas. Mungkin itulah salah satu hal yang membuat Kubu No. 1 berang dan ingin menyingkirkan Ahok. Mereka sadar betul, kalau Ahok mempunyai kemampuan untuk membentuk opini publik. Mereka tentu tak ingin citra mereka di masyarakat hancur berantakan. Tapi, lagi-lagi Ahok tidak bodoh. Ia tahu bahwa ia sudah lama tak sejalan dengan kebijakan partai politik pengusungnya. Dia sadar bahwa cepat atau lambat surat pemecatan akan segera dia terima. Dan begitu isu pilkada bergulir, terlebih pilkada lewat DPRD tak sesuai nuraninya, Ahok langsung mengeksekusinya.

Setelah Jokowi resmi ditetapkan sebagai Presiden terpilih oleh MK, tentu Ahok tak ingin hubungannya dengan Jokowi berakhir begitu saja. Ahok ingin agar Jokowi tetap bersamanya menyelesaikan persoalan-persoalan pelik Ibukota lewat kemitraan antara pemerintah pusat dan daerah. Ahok sadar kalau kemungkinannya sangat kecil Jokowi akan membantunya sementara Gerindra tak henti-hentinya mencoba merongrong pemerintahannya. Ahok tahu, hanya dengan meninggalkan Gerindra lah, hubungannya dengan Jokowi dapat tetap terjaga. Tanpa partai, Ahok menjadi pejabat bebas tanpa beban politik yang mengganjal. Dengan melihat perkembangan politik saat ini, tinggal menunggu waktu saja kapan kira-kira kita akan melihat lagi Jokowi-Ahok jilid II.

Selasa, 16 September 2014

Cinta Dalam Diam

Pelajaran Sejarah hari ini itu bener-bener  menyenangkan. Aku nggak nyangka kalau kamu mau bercanda sama aku. Walaupun masa pemerintahan orde baru jadi materi yg cukup berat politiknya, tapi aku enjoy banget. Gapapa deh kamu panggil aku Bu Ahok. Ya, itukan sama aja kayak panggilan sayang yang spesial dari kamu cuma buat aku. Aku jadi senyum-senyum sendiri kan waktu kamu ngetawain aku gara-gara kamu ngira aku salah tulis. Enggak kok, aku nggak salah tulis. Lagian kamu nyontek orang yg salah, jadi ikutan salah kan?! Setidaknya dengan kejadian tadi aku jadi tau kalau kamu itu sedikit care sama aku. Aku sangat bersyukur karena kejadian tadi kita bisa berkomunikasi. Kita kan sekarang jadi bisa tertawa bersama, bercanda dan saling-mengejek. Aku lega kamu nggak tau apa-apa tentang perasaan aku yang sebenarnya. Itu yang aku suka dari mencintai dalam diam. Aku bisa sangat bahagia dengan hal-hal kecil yang mungkin bagi orang lain nggak berarti apa-apa. Selain itu, tetap bisa bahagia dengan menjadi diriku apa adanya didepan kamu. Dan utamanya, dengan mencintai dalam diam aku bisa merasa memilikimu. Tak ada seorang pun yang mampu mengganggu atau merebutmu dariku. Cinta itu terlihat sangat sederhana ya, tapi indah bermakna dan mampu membuatku sangat bahagia.

Minggu, 14 September 2014

Quotes of Nona Muda 3

Ketika memutuskan untuk keluar dari Gerindra, aku sadar kalau jalanku ke depan akan lebih terjal dan sengsara. Aku tahu konsekuensi dari pilihanku akan berbuntut panjang pada usaha-usaha penjegalan. Aku siap akan hal itu. Tak ada beban yang menurutku memberatkan. Bahkan aku berpikir kalau dua puluh tahun ke depan, setiap ucapan dan perbuatanku saat ini akan menjadi sejarah tersendiri. Aku tak pernah berpikir untuk hanya mencari sensasi dan pencitraan politik. Semua ini kulakukan karena nuraniku terusik dengan dengan pembodohan yang terjadi di penggung sandiwara politik. Tak masalah aku menjadi antagonis

Rabu, 10 September 2014

Ahok : Jokowi, Kamu Berbeda

Not disclaimer. Penulis tidak menerima apapun dari penulisan fanfiction ini Mohon maaf jika pihak yang terkait dalam cerita ini merasa kurang berkenan. Ini hanya sekedar untuk have fun aja. Please enjoy :-)

Ahok's POV

Sudah sejak sepuluh menit yang lalu, aku menyaksikan si bajingan itu berkoar-koar menantangku didepan televisi. Iya, ia hanya bajingan yang hanya menginginkan kekuasaan mutlak. Orang-orang munafik bermuka santun tapi sebenarnya pencuri berkedok wakil rakyat.

Aku muak dengan semua manuver-manuver partai Koalisi Merah Putih yang mencoba menghalalkan segala cara untuk menuntaskan dendam mereka atas kekalahan pilpres kemarin. Aku geram melihat mereka yang berusaha setengah mati menjatuhkan teman sekaligus bosku, Pak Jokowi. Harusnya mereka berfikir kalau kekalahan mereka itu karena ulah mereka sendiri. Aku sudah memperingatkan mereka untuk tak menyerang Pak Jokowi dengan black champaign yang membabi buta. Aku paham betul kalau black champaign pada akhirnya hanya akan menimbulkan simpati dari rakyat untuk lawan. Dan lihat saja, aku benar sepenuhnya.

***
Normal POV

Mata Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyipit geram, "Oke, kalo itu yang kalian mau. Gue bakal turutin. Gue urus semuanya besok."

Ahok bangun dari tempat duduknya. Dia melirik jam tangannya lalu menghampiri ruangan Pak Jokowi di lantai bawah. Dia bertanya pada sekretaris Pak Jokowi kemana Pak Jokowi pergi saat itu. Sekretaris itu menjelaskan keberadaan bosnya. Ahok mengangguk mengerti. Segera dia bersama ajudannya pergi bersama ketempat yang dibilang sekretaris itu.

"Mau kemana Pak kita sekarang?" tanya Ajudan heran. Tidak biasanya si bos pergi di jam kerja. Memang, selama Pak Jokowi cuti kampanye, Pak Ahok jadi sering pergi-pergian. Gantiin beliau blusukkan, katanya, kalau ditanya orang. Tapi, ketika Pak Jokowi kembali lagi menjadi gubernur, Pak Ahok kembali ke habitat awalnya. Beliau lebih suka ndekem dikantor sampai malam daripada keluyuran di jalanan.

Ahok tersentak kaget. " Eh, kita ke daerah Rusun Marunda ya Pak. Saya mau menemui Pak Jokowi." Ajudan Ahok mengangguk mengerti.

Begitu sampai di Rusun Maruda, Ahok menelepon Jokowi. Dia ingin menahan Jokowi agar tidak pergi kemana-mana. Setelah beberapa kali menelpon namun tidak diangkat, Ahok mendesah pasrah. Ini yang Ahok tidak suka dari blusukkan bosnya itu. Beliau jadi sangat sulit dihubungi.

Ahok memutuskan untuk berkeliling mencari Jokowi. Dan itu tidak berlangsung lama. Bosnya tak pernah pergi ke suatu tempat tanpa ratusan bahkan ribuan massa yang mengelilinginya. Dia selalu menjadi magnet orang-orang disekitarnya untuk datang menghampiri.

Dan benar saja, Pak Jokowi kini tengah berada di antara ribuan warga ketika ingin kembali ke mobil dinasnya. Dia terlihat santai dan menikmati keadaan. Beliau terlihat tak peduli dengan udara panas dan tarikan-tarikan warga yang berdesakan mencoba menghampirinya. Dari kejauhan, Ahok tersenyum geli melihat seorang Paspampres berbaju batik kuning yang bersunggut-sunggut mencoba menghalangi seorang ibu-ibu yang mencoba memeluk Jokowi. Sementara itu, seorang anggota paspampres berbaju batik biru lainnya terlihat setengah frustasi menghalangi wartawati cerewet yang mengacungkan alat perekam suara persis didepan mulut Jokowi. Para anggota Paspampres itu terlihat kesal dan lelah. Berbanding terbalik dengan wajah Jokowi yang telihat cerah bersemangat.

Salah satu Anggota Paspampres menujuk keberadaan Ahok kepada Jokowi. Jokowi tersenyum. Dia melambaikan tangannya ke Ahok. Berlari kecil meninggalkan Paspampres yang masih sibuk menghalangi warga dan wartawan yang masih berusaha mengejarnya.

"Eh, ada Pak Ahok. Ada apa Pak Ahok? Bapak pasti pengen blusukkan ya bareng saya" goda Jokowi. Ahok tertawa, " Ga usah lah Pak. Nanti kalo saya kurus mendadak kan repot. Lagian saya kesini nyari bapak bukan mau ikut blusukkan. Saya ingin ketemu bapak, pengen minta pertimbangan."

Jokowi mengernyit sesaat lalu tersenyum. "Yo weis, kita ngobrol di Warung Soto Diafie saja. Kita bisa ngobrol sepuasnya disana." Jokowi merendahkan suaranya, " Bener-bener kita berdua aja loh ya. Tanpa Paspampres." Ahok tertawa geli. "Siap bos!" kata Ahok sambil dengan gestur hormat. Lalu mereka berdua masuk kedalam bersama.

***

Selama di perjalanan, Ahok seringkali tak habis pikir dengan karaker Jokowi yang menurutnya kadang sangat berlainan dengan wajahnya. Dua tahun mengenal Jokowi, Ahok sering dibuat terkejut dengan pola pikir bosnya itu yang suka melawan arus. Sebagai seorang yang lahir dan dibesarkan dalam lingkungan Jawa, sudah pasti Jokowi tak bisa lepas dari keramahan dan toto kromo adat jowo. Tapi sebenarnya, dibalik wajah yang menurut Jokowi sendiri 'ndeso dan ndak suka macem-macem' itu, Jokowi merupakan sosok yang tak akan segan mengambil resiko-resiko besar dan terlihat ingin mendobrak kemapanan.

Ahok sering tertawa mendengar ocehan lawan politik Jokowi tentang ketidaktegasan Jokowi selama memimpin DKI. Jokowi mencla-mecle, itu omong kosong! Ahok masih ingat betul keteguhan hati Jokowi memilihnya sebagai pendamping dibanding nama setenar Deddy Mizwar. Ahok maklum dengan sorot mata keraguan dalam diri Bu Mega. Ya, dia tahu dia hanya 'anak baru' dikalangan elite politisi. Tak ada yang mengenal Ahok sebelumnya. Selain itu agama dan etnis menjadi kendala tersendiri. Tak ada yang yang memungkiri kalau Deddy Mizwar dan Ahok seperti beda langit dengan bumi.

Saat itu, Jokowi sudah cukup populer dikalangan warga sebagai walikota Solo yang jujur, sederhana dan mempunyai rekam jejak yang bagus selama tujuh tahun masa kepemimpinannya. Tentu lebih mudah baginya jika menggandeng partner sekaliber Deddy Mizwar. Selain itu,  Ahok pun belum pernah bertemu atau mendengar berita tentang Jokowi sebelumnya. Dan betapa herannya Ahok ketika Jokowi memilihnya, walau pertemuan mereka baru sekejap mata.

Ahok tak pernah menyangka kalau sosok kurus dan kalem yang sedari tadi diam di sudut ruangan di Kebagusan malam itu ternyata terang-terangan memilihnya di hadapan Mega dan Prabowo. Ahok masih ingat dengan wajah Bu Mega yang tercengang, terlebih setelah Jokowi 'mengancam' akan kembali ke Solo jika wagubnya bukan Ahok. Ahok menatap Jokowi, bingung, antara percaya dan tidak percaya. Menjadi wagub di Ibukata? Walau belum tentu terjadi, Ahok tak pernah menyangka kalau dia ada di tangga pertama jalan mewujudkan impiannya.

Bu Mega mencoba membujuk Jokowi untuk berpikir ulang. Jokowi tak bergeming. Prabowo memilih untuk mengunci mulutnya rapat-rapat, enggan berkomentar lebih lanjut. Suasana yang menegang membuat Ahok salah tingkah. Ahok mencoba membuat kontak mata dengan Jokowi yang tetap tenang. Tapi Jokowi tak memperhatikan. Wajah Jokowi mengeras, menunjukkan kebulatan tekad yang kuat atas keputusannya. Saat itu, Ahok benar-benar terpesona aura kepemimpinan Jokowi. Jokowi seakan menjadi orang yang berbeda dengan walikota lugu yang kemarin mempromosikan mobil Esemka.

Dan selama mereka bersama, Ahok tak pernah bosan melihat sisi-sisi penuh kejutan dari orang kini duduk disampingnya.

***

Senin, 01 September 2014

Kamu Lawan Atau Teman

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)'s POV :

Setelah sekian banyak hal sulit yang kualami, aku menyadari, bahwa perpisahan diantara kita terlalu sulit  untuk kujalani. Aku merasa bahwa aku dan kamu memang telah bersatu. Lebih dari yang ku sangka, aku telah menganggapmu lebih dari yang seharusnya. Kita adalah partner kerja. Tak ada silang sengketa diantara kita karena hanya itulah yang kau minta. Aku tak pernah mengerti, mengapa sampai saat ini, aku rela sepenuh hati membantu dan membelamu. Walaupun kita sempat berada disimpang jalan, persabahabatanku denganmu tetaplah prioritasku nomer satu. Kau tahu, kau telah buatku berada diposisi yang membingungkan. Aku bingung menganggap kamu lawan atau teman. Tapi ku sadar aku tak mampu sampai hati membiarkan fitnah-fitnah keji itu menyerangmu tanpa nurani. Aku mengenalmu, dan dari dua tahun komunikasi diantara kita, aku bertaruh bahwa sampai mati pun kau tak akan pernah tega membalasnya. Karena itulah, aku tak pernah ragu membelamu. Walau sebagai akibatnya pilihanku yang berbeda menimbulkan prasangka-prasangka tentang arah kesetiaanku yang sebenarnya. Lagi pula aku muak dengan mereka. Aku berang pada pecundang-pencundang yang bersembunyi di balik undang-undang. Bagiku mereka tak lebih dari sekedar penjilat jahat yang tak seharusnya hidup di negeri ini. Keahlian mereka hanya korupsi dan manipulasi. Ku harap kelak, jika Pak Jokowi telah menjadi orang nomor satu di negeri ini, sikat habis semua pejabat khianat yg tak amanat. Selain itu, jika kelak aku akan mengisi kursimu di Ibukota, aku berharap persahabatan kita akan tetap ada dan bertahan selamanya.