John Ronald Reuel Tolkien (lahir di Afrika Selatan, 3 Januari 1892 – meninggal di Oxford, Inggris, 2 September 1973 pada umur 81 tahun) adalah penulis novel asal Britania Raya yang menulis The Hobbit (1937) dan lanjutannya The Lord of the Rings (1954—1955). Waktu kecil Tolkien senang menjelajah ke tempat-tempat seperti tanah pertanian bibinya di Bag End, nama yang kelak digunakannya dalam fiksinya sebagai tempat tinggal Bilbo Baggins. Waktu remaja, Tolkien mulai menciptakan bahasa-bahasa tersendiri, dan tertarik dengan dongeng dan cerita-cerita tentang pahlawan. Dalam menulis, Tolkien sangat dipengaruhi oleh literatur Anglo-Saxon, mitologi Jermanik, Nors, cerita rakyat Finlandia, Alkitab, dan mitologi Yunani.
Salah satu novel karya J. R. R. Tolkien berjudul The Hobbit yang berkisah tentang Bilbo Baggins, seorang hobbit dari desa Shire. Hobbit adalah makhluk sejenis orang kerdil. Tinggi badannya separuh tinggi badan manusia biasa. Mereka tinggal di liang bawah tanah berbentuk bulat yang sangat bersih, nyaman dan penuh makanan. Mereka hidup berkelompok dan bercocok tanam. Hobbit digambarkan sebagai individu serba teratur dan membenci petualangan. Mereka menyukai kegiatan-kegiatan yang rutin, seperti minum teh di pagi hari, pesta tahunan dan tukar kado antar sesama. Kelebihan mereka yang paling menonjol adalah kemampuan memasak dan berjalan tanpa suara.
Di desa Shire, Bilbo Baggins adalah termasuk salah satu hobbit terkemuka. Selain karena statusnya sebagai salah satu hobbit yang mapan dan suka mengadakan pesta tukar kado, Bilbo dihormati karena keramahannya dan keluarga Baggins (keluarga dari ayahnya) yang sejak dulu tak pernah terlibat petualangan apapun.
Pada suatu hari, Gandalf Sang Penyihir mendatangi Bilbo yang sedang asyik membuat bentuk asap-asap unik dari cerutunya di depan liang tempat tinggalnya. Gandalf menawarkan Bilbo agar ikut serta petualangan yang akan dia jalani. Gandalf menceritakan kalau petualangan yang akan dia jalani sangat menantang karena akan membawa mereka bertemu bangsa Peri, bangsa Kurcaci, bahkan naga yang selama ini hanya Bilbo dengar berdasarkan dongeng kakeknya.
Bilbo yang sama sekali tidak tertarik, meninggalkan Gandalf begitu saja. Malam harinya, datang dua belas kurcaci gunung yang tidak dikenalnya ke liang bawah tanah rumahnya. Keduabelas kurcaci tersebut dipimpin Thorin Oakenshield, yang merupakan putra mahkota Kerajaan Durin. Bilbo yang sangat memegang teguh prinsip kesopanan, terpaksa menjamu mereka semua walaupun persediaan gudang makanannya menipis. Tak lama Gandalf pun datang. Akhirnya Bilbo tahu kalau kedatangan mereka semua adalah karena ulahnya.
Keduabelas kurcaci bercerita pada Bilbo kalau mereka ingin merebut kembali kerajaan mereka yang selama ini dikuasai Smaug, naga yang sangat suka tidur diatas tumpukan perhiasan. Menurut ramalan, mereka bisa mengembalikan lagi kerajaan Durin jika mereka tiba di Kerajaan Durin yang berada di bawah gunung. Mereka membutuhkan tambahan satu orang lagi agar jumlah mereka tidak tiga belas (karena tiga belas mereka anggap angka sial). Selain itu, mereka membutuhkan seorang yang kecil, bisa bergerak tanpa suara, dan mempunyai aroma yang berbeda dengan kurcaci agar bisa mengelabui Smaug untuk menggambil batu akik yang sangat istimewa.
Bilbo akhirnya setuju untuk ikut serta. Bukan karena pembagian harta yang di tawarkan, tapi karena dia sangat ingin bertemu peri dan belajar ilmu pengobatan. Sepanjang pejalanan Bilbo bertemu dengan makhluk-makhluk dari dongeng kakeknya. Bilbo merasakan sendiri bagaimana menderitanya hidup di kerajaan peri di Rivendell karena hanya dijamu dengan rumput-rumputan. Dia juga merasakan leganya lolos dari kawanan Troll, Orc, goblin dan laba-laba raksaksa yang sangat ingin membunuhnya. Bilbo juga bertemu dengan Raja Elang dan Beorn yang baik hati menjamu dia dan para kurcaci di kediamannya masing-masing.
Yang paling berkesan tentu adalah ketika Bilbo bertemu Gollum, makhluk terkutuk yang telah menjadi budak sebuah cincin jahat. Cincin tersebut adalah cincin istimewa karena merupakan Cincin Utama buatan Sauron, Sang Penguasa Kegelapan. Cincin itu mampu membuat seseorang menjadi kasat mata. Dengan memperdayai Gollum dengan teka-teki yang sangat sulit, Bilbo berhasil mendapatkan cincin itu darinya. Selama perjalanan, cincin itu sangat membantu Bilbo lolos dari jebakan-jebakan. Bahkan menyelamatkan para kurcaci temannya dari penjara tahanan Peri Hutan.
Ending novel ini adalah kematian Smaug oleh Bard si Manusia Pemanah. Dengan keadaannya yang miskin, Bard merasa berhak mendapatkan harta Kerajaan Durin karena jasanya yang telah membunuh Smaug dan keadaan Kota Danau yang rusak parak akibat serangan Smaug. Bard membawa warga Kota Danau untuk menemui Thorin dan mengancam akan menyerangnya jika bagiannya tidak diberikan. Bagian itu rencananya akan digunakan untuk perbaikan kota dan memberi santunan untuk keluarga korban yang meninggal akibat semburan api Smaug.
Sementara itu ancaman juga datang dari Orc dan goblin yang ingin membalas dendam kematian ketua mereka di tangan Thorin. Para peri hutan yang mengganggap Thorin dan kurcaci lainnya sebagai tawanannya juga meminta batu akik istimewa, The Arkenstone, sebagai tebusan untuk kebebasan dan tanda persahabatan. Thorin yang hatinya telah dibutakan harta, menolak semua permintaan tersebut dan menantang mereka semua untuk menyerangnya secara serentak. Bilbo yang tahu kekuatan para kurcaci yang tidak seimbang di banding pasukan kawan diam-diam melakukan perundingan rahasia. Bilbo sepakat memberikan seluruh harta bagiannya untuk Bard dan warga Kota Danau. Bilbo juga diam-diam memberikan batu akik istimewa lambang Kerajaan Durin untuk pasukan Peri Hutan.
Biar begitu, perang tetap tak terelakan. Thorin marah besar pada Bilbo karena tindakanya yang dianggap lancang dan mengusirnya dari Kerajaan. Thorin juga mengultimatum agar Peri Hutan mengembalikan kembali batu akik kebanggaan leluhurnya. Peri Hutan menolak. Thorin yang kesal akhirnya memilih perang. Karena ingin membunuh Thorin, Orc dan goblin memilih membantu Peri Hutan. Di akhir cerita pasukan Thorin berhasil memenangkan pertempuran karena sebelumnya dia sudah meminta bantuan dari sepupunya Dain. Walau begitu, kematian Thorin, Fili dan Kili tak dapat terelakkan.
Di novel ini, penulis mengambil tema yang sangat unik dan menarik. Ceritanya secara garis besar bersifat fiktif dengan tokoh-tokoh dari legenda dan mitos seperti Peri dan Kurcaci. Yang paling unik adalah mewujudkan tokoh dengan imajinasi karakter yang baru dan berbeda dari yang lain dalam diri Bilbo Baggins si Hobbit. Penggambaran karakter di lakukan dengan sangat baik, rinci dan eksplisit di awal buku melalui kebiasaanya sehari-hari. Tapi makin kebelakang, penggambaran karakter makin lemah karena hanya melalui kata-kata seperti "dia takut", " dia baik" dan sebagainya. Dalam hal ini, penulis kurang memberikan ruang pada pembaca untuk berimajinasi dan menafsirkan sendiri karakter tokoh yang sebenarnya.
Dari segi penamaan, tokoh di novel The Hobbit ini juga termasuk unik dan tidak lazim. Tidak masalah, itu justru menambah nilai seni buku ini. Tapi yang sedikit membuat pembaca kesulitan adalah penamaan para tokoh yang mirip-mirip seperti Fili dan Kili, Bifur, Bofur dan Bombur dan lain-lain.
Tokoh-tokoh dalam novel ini juga termasuk sangat banyak. Penulis seharusnya tidak mengisi gerombolan kurcaci dengan dua belas orang. Apalagi penggambaran karakter yang menonjolnya kurang jelas, karena keduabelas kurcaci hanya di gambarkan sebagai pria pendek, gendut dengan jenggot yang di kepang. Empat atau lima kurcaci saja cukup sebenarnya dalam satu rombongan agar pembaca juga tidak kebingungan membedakan para tokoh.
Selain itu, cerita juga terasa datar pada bagian-bagian tertentu yang seharusnya lucu, mengaggumkan atau menegangkan. Contohnya ketika Bilbo dan para kurcaci berhasil lolos dari kawanan goblin dengan bantuan Raja Elang. Penggambaran suasana dan perasaan tokoh kurang jelas akibatnya kesan menegangkannya jadi hilang.
Begitu juga ketika Bilbo dan para kurcaci berada di Rivendell. Penulis kurang menggambarkan latar tempat secara detail. Rivendell sendiri digambarkan penulis sebagai istana megah dengan air terjun yang indah di sebelahnya. Tapi, penulis kurang mendeskripsikan lebih lanjut tentang pernak-pernik isi istana dan perasaan tokoh ketika melihatnya.
Novel ini memang mempunyai beberapa kekurangan di beberapa bagiannya. Perbaikan perlu di perhatikan penulis adalah dari segi penggambaran karakter secara detail dan penyederhaan tokoh yang terlibat dan berperan serta. Secara keseluruhan novel ini layak dijadikan bacaan ringan terutama bagi yang menyukai tokoh fiktif dari mitos-mitos yang ada.