Translate

Jumat, 28 November 2014

Ahok Setia, Jokowi Masih Peduli

Sudah lebih dari seminggu Basuki Tjahaja Purnama dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta ke-16 periode 2014-2017. Pria yang akrab dipanggil Ahok ini dilantik saat dua kubu KMP dan KIH di DPRD DKI Jakarta tengah berseteru terkait payung hukum yang sebaiknya digunakan. Kubu KMP yang dimotori H. Lulung dan M. Taufik terang-terangan menolak pelantikan Ahok karena menurut mereka seorang wakil gubernur tidak otomatis menggantikan posisi gubernur bila sang gubernur berhalangan tetap. Mereka juga meminta pada Mendagri agar tidak segera melantik Ahok dengan dalih menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA).

Dengan tafsiran hukum sepotong-potong yang coba digunakan KMP, rupanya Presiden Joko Widodo tak bergeming dan tetap bulat tekad untuk melantik Ahok secepatnya. Tidak main-main, Jokowi bahkan menyempatkan waktu untuk melantik sendiri Ahok di Istana Merdeka. Hal yang unik sebenarnya, bahkan mungkin istimewa. Sebelumnya, hanya Gubernur Ali Sadikin yang pernah dilantik di Istana dan hanya Sultan HB saja yang pernah dilantik langsung oleh Presiden tanpa melalui perantara Mendagri. Meskipun beralasan pelantikan Ahok di Istana karena sesuai amanat Perppu yang mengharuskan Gubernur dilantik di Ibukota, banyak yang berpikir pelantikan bisa dilakukan dimana saja dan tidak harus di Istana Merdeka contohnya di Gedung DPRD DKI.

Keistimewaan ini semakin memberi kesan kalau Jokowi masih peduli dan akan benar-benar men-support Ahok untuk menyukseskan program-programnya dalam rangka membenahi Jakarta. Ini membuktikan bahwa Jokowi tidak begitu saja lepas tangan meninggalkan tanggung jawab dan janji-janjinya yang belum sempat terealisasi. Jokowi tentu sudah sangat yakin dengan kemampuan Ahok mengelola Ibukota melihat besarnya dukungan yang dia berikan melalui tangan-tangan Menteri di Kabinet Kerja. Jokowi melakukan itu, karena Jokowi sangat yakin kalau Ahok orang yang mampu bekerja dan dapat dipercaya.

Jokowi dan Ahok seolah tak terganggu dengan status 'Presiden' yang kini Jokowi miliki. Kita masih bisa lihat sendiri bagaimana hubungan persahabatan mereka. Kita menyaksikan sendiri di Mata Najwa edisi Merayakan Indonesia bahwa tak ada rasa sungkan bagi mereka berdua untuk bercanda dimuka umum. Ahok bahkan berani meledek jam makan dan tubuh kurus Jokowi didepan umum dengan blak-blakan yang membuat semua hadirin tertawa, termasuk Jokowi yang bahkan termasuk yang paling geli ketawanya.

Melihat hubungan mereka, tak heran kalau ada yang menganggap kalau kesetiaan Ahok yang sebenarnya itu justru berada dalam sosok Jokowi, bukan dalam ideologi partai manapun saat ini. Dalam diri Jokowi, terdapat ketegasan dalam bertindak yang tidak ada dalam diri orang lain. Selain itu, Jokowi juga konsisten dengan politik tidak bagi-bagi kursi yang jarang dilakukan orang. Jokowi adalah bukti nyata kalau rakyat kecil juga bisa berkuasa dan melawan kesewenang-wenangan yang selama ini Ahok perjuangkan dengan penegakan hukum yang adil. Tak heran kalau kedepannya apapun keputusan Jokowi, pasti akan Ahok dukung.

Membenahi Jakarta memang bukan perkara mudah. Butuh komunikasi politik yang baik agar kota-kota penyangga Ibukota seperti Depok dan Bekasi mau bekerjasama menyelesaikan masalah yang ada. Depok, misalnya, tentu punya masalah sendiri yang harus diselesaikan ketimbang membantu DKI mengatasi banjir. Semua kepala daerah punya kepentingan dan agenda politik sendiri-sendiri disamping ingin memajukan daerahnya masing-masing. Tentu ini masalah tersendiri bagi Ahok yang saat ini tidak punya dukungan politik dari partai manapun. Terlebih, entah nasib sial Ahok atau tidak, kepala daerah dari kota-kota penyangga DKI Jakarta hampir semua berasal dari KMP. Walikota Depok yang berasal dari PKS, misalnya, tentu enggan membantu Ahok yang jelas-jelas sudah mengalahkan HNW di pilgub DKI dulu. Harus ada campur tangan pihak ketiga agar pemerintahan di daerah tidak berjalan sendiri-sendiri.

Untuk itulah Jokowi merasa perlu turun tangan agar kepala daerah tidak bersikap egois dan saling bekerja sama dan tidak saling sikut adu kepentingan. Tak kenal, maka tak sayang. Mungkin itu yang menginspirasi Jokowi untuk mengadakan pertemuan rutin antarsesama kepala daerah tiap bulannya. Tujuannya jelas yaitu agar kepala daerah yang satu dengan yang lain bisa akrab disamping memperkuat hubungan antara pusat dengan daerah.

Ditengah hubungan mesra Jokowi-Ahok, saat ini justru terjadi kisruh antara petinggi PDIP dengan Ahok terkait orang yang berhak mengisi posisi Wagub DKI. Tjahjo Kumolo dan sejumlah elite PDIP lainnya mengklaim kalau Megawati telah menunjuk Boy Sadikin sebagai orang yang akan menduduki posisi Wagub. Tak salah memang kalau PDIP merasa berhak mengisi jabatan wagub setelah dukungan politik yang besar ketika kisruh pelantikan Ahok kemarin. Tapi masalahnya, hal ini bertentangan dengan Ahok yang menginginkan Wagub dari orang nonpartai.

Mendengar penolakan Ahok, Ahmad Basarah, salah satu Sekjen PDIP bahkan mengancam akan menarik dukungan politik Ahok diparlemen. Ahok tentu berada dalam posisi dilema saat ini. Dahulu, Ahok cuek dengan dukungan DPRD DKI karena dia masih punya Jokowi, teman seperjuangan yang saling membantu menghadapi serangan lawan dan taktik adu domba. Tapi sekarang Ahok sendiri, dukungan politik PDIP tentu akan sangat berguna untuk program dia kedepan. Beruntung, Jokowi sangat menghormati keputusan Ahok dengan tidak ikut campur untuk intervensi Wagub DKI ini. Setidaknya Ahok lega untuk satu hal. Kalaupun PDIP akhirnya memusuhi dia layaknya Gerindra, toh dia masih punya satu orang yang siap untuk mendukungnya dalam kondisi apapun. Orang yang merupakan teman sekaligus bosnya yang kini tinggal di Merdeka Utara, Joko Widodo.

Senin, 10 November 2014

Dewasa dan Sederhana

Selama seminggu terakhir, pelajaran Bahasa Indonesia udah berubah jadi ajang curhat jomblo-jomblo galau dan pasangan LDR yang nyaris membagi hati. Semua berawal dari perintah Pak Baper (orangnya suka ngambek), guru Bahasa Indonesia gue yang nyuruh anak-anak sekelas buat menuliskan cerpen berdasarkan pengalaman pribadi atau orang lain. Temen-temen gue rupanya udah pada kepedean kalau ceritanya cuma bakal di baca sama guru yang bersangkutan. Mereka tulis deh, curhat-curhatan galau bin ngenes. Cerita relatif bervariasi, ada yang naksir sama pacar temen, ada yang nolak ajakan pacaran (yang ini sok), dan ada yang curhat pacarnya diambil orang.

Dari sekian banyak, kisah hidup yang ngenes, sedih dan mengharukan temen-temen gue. Yang paling lucu dan gue inget itu punya si makhluk gendut berkumis yang hobi banget ngomongin Akmil. Untuk lebih mudah, panggil saja si Beni. Waktu itu, si Beni membacakan cerpen berjudul Kado Yang Pahit karya sendiri di depan kelas. Dia menceritakan pengalaman dia tahun lalu waktu ulang tahun yang tidak ikut dirayain sama gebetannya si wanita. Saking menghayatinya, dia sampe terbawa suasana waktu menyebutkan alasan dia menyukai cewek itu. Katanya, cewek itu 'dewasa dan sederhana'. Jiah, temen-temen gue ngakak sekelas. Sumpah, ini lebay. Ini udah terlalu melankolis buat ukuran cowok.

Tapi nggak apa-apa. Semakin banyak karakter orang yang gue kenal, semakin kaya juga pemahaman gue ngadepin tipe-tipe orang. Semakin lama gue sadar sih, kalo orang itu emang hanya mau bergaul sama orang-orang yang minimal sederajat sama dia. Semakin tinggi derajatnya, semakin bagus. Ini gue amatin lho ya langsung di kelas. Anak-anak borju yang mainnya produk Apple, ya lingkaran pergaulannya sama orang yang sejenis dia. Atau minimal yang tiap minggu ke salon atau umrah tiap tahun.

Gue perhatiin, anak-anak model gitu dari omongannya juga udah beda. Tapi nggak jauh-jauh juga sih dari ticket nonton konser boyband sama liburan ke luar kota. Dan oh ya jangan lupa, kalo bekel janjian bawa nasi merah plus lauk dan sayur empat sehat lima sempurna. Harus minum susu dan check up ke dokter kalo patah kuku. Maka jangan heran, kalo anak-anak 'kebanyakan gizi' kayak gitu justru punya body ukuran paus mini pemangsa manusia.

Sabtu, 08 November 2014

Jokowi Ahok Saling Mengisi, Saling Melengkapi

Akhir-akhir ini, kita sering melihat mesranya hubungan Jokowi-Ahok waupun udah nggak nggak ngantor bersama di Balaikota. Terhitung udah tiga kali, Ahok dateng ke istana sekedar untuk lihat-lihat atau ikut rapat bareng menteri kabinet kerja. Banyak yang bilang kalo Jokowi minta Ahok temuin doi buat kasih masukkan kenegaraan. Ahoknya sih bantah. Kata doi, dia dipanggil hanya terkait urusan Jakarta.

Kalo dicermati bener-bener, Jokowi terlihat seperti gagal 'move on' dari Ahok. Mungkin doi kangen dengerin bacotnya Ahok, yang kadang gokil tapi kadang juga bikin orang kesel. Tapi kalo menurut gue, ini sih pertanda kalo doi belum terlalu sreg sama JK sepenuhnya. Perlu waktu emang biar doi berdua bisa seiya-sekata. Atau juga, mungkin Jokowi lagi krisis kepercayaan sama orang-orang disekitarnya. Biar gimana, Ahok udah cukup membuktikan ke Jokowi kalo dia orang yang jujur dan bisa dipercaya. Selama ini, doi nggak pernah jelek-jelekin Jokowi, walaupun dia bisa dengan mudah melakukannya.

Entah kenapa, melihat hubungan mereka berdua, gue yakin banget mereka akan kembali bersama. Kembali menjadi dwitunggal yang saling mengisi dan saling melengkapi. Jujur, gue kangen banget liat statement-statement mereka berdua yang saling membela buat pasangannya. Kalo sekarang, kalian tahu sendiri statementnya cuma searah doang. Mau Ahok puji Jokowi sampe dower Jokowinya tetep aja pasif. Wajar sih emang, doi kan kepala negara. Udah nggak boleh ngomong asal jeplak.

Tapi walaupun udah nggak saling berbalas statement, Jokowi kelihatan kok masih care banget sama Ahok. Doi nggak tega kali ya, Ahok dijegal sana-sini. Makanya doi nyuruh Pak Mendagri nyuratin DPRD DKI buat mempercepat pelantikan Ahok. Bahkan doi juga mengancam akan melantik sendiri Ahok di istana jika DPRD tidak mau melakukannya.

Tapi, gue malah berharap DPRD nggak mau melantik Ahok biar Ahok dilantik sama Jokowi sendiri. Biar kayak menteri gitu. Apalagi pas pelantikan, menteri Kabinet Kerja disuruh dateng semua. Bisa nangis guling-guling tuh duo racun (baca : Topik dan Pak Haji) liat Ahok beneran jadi gubernur. Paling ujung-ujungnya ngerahin massa FPI buat demo lagi. Malah bagus, semakin anarkis semakin kuat alasan Mendagri buat ngebubari FPI. Apalagi kalo demonya pake samurai, gue makin suka, makin greget soalnya.

Jokowi-Ahok bener-bener udah cocok banget sebenernya. Chemistry mereka itu udah kuat banget. Masing-masing mereka tahu tugasnya apa, bahkan mungkin udah bisa baca pikiran pasangannya. Gue tahu banget sebenernya Ahok tuh ngarep jadi wapresnya Jokowi. Dia udah nunggu Jokowi 'ngelamar' dia ke Prabowo menjelang pilpres kemarin. Bahkan kalian tahu sendiri, saking gemesnya nunggu Jokowi ngumpulin keberanian, Ahok sampai ngasih-ngasih kode gitu biar Jokowi gerak cepat. Tapi ternyata, Jokowi udah mundur duluan liat 'calon mertua' galak. Dia udah pesimis dan yakin 'lamaran'nya bakal ditolak. Dia nggak tahu aja, si Ahok sebenernya udah siap 'kabur dari rumah' seandainya Prabowo menolak.

Dan betapa kecewanya Ahok, Jokowi malah milih JK jadi cawapresnya. Tapi Ahok nggak marah, dia ngerti karena kalaupun Jokowi ajak Ahok jadi cawapresnya di pilpres nanti, Ahok cuma jadi titik terlemah pasangan ini. Biar gimanapun, masyarakat Indonesia belum selogis masyarakat Jakarta pola pikirnya. Pilihan politik mereka masih sangat tergantung sama suku dan agama calon pemimpinnya.

Di sini gue salut sama duet ini. Nggak ada berebut proyek atau berebut kekuasaan diantara mereka. Mereka rela menekan ego pribadi demi kepentingan rakyat. Gue berharap, bakal muncul terus pemimpin-pemimpin jujur dan pekerja keras model begini. Pemimpin yang bekerja siang-malam untuk membangun negeri.


Senin, 03 November 2014

Pasukan Semut Hitam

Di pagi hari ini, aku terbangun subuh-subuh akibat gatal di sepanjang tangan dan kaki. Alergiku kambuh akibat aku nekat makan tumis kerang diam-diam punya adikku. Ceritanya, ketika aku pulang sekolah, perutku sudah sangat lapar. Sayangnya, hanya ada tumis kerang di lemari makan. Saking lelah dan lapar, aku tak peduli dan memakannya habis. Dan hasilnya, badanku berubah memerah keesokkan harinya.

Aku mencari obat alergi yang lama. Mencoba mengurangi rasa gatal yang melanda hebat. Setelah mencari selama sejam dengan diwarnai sedikit omelan ibu, q obat itu bisa ditemukan.

Tapi, efek obat itu tidak berlangsung secepat kilat. Selama dua jam lebih aku menggaruk-garuk seluruh bagian tubuhku sambil dikipasi. Perlahan obat itu mulai bereaksi dan alergi ku sedikit berkurang.

"Udah mendingan bu, nggak terlalu gatel kayak tadi." kataku lega pada ibu. Ibuku me'lfysjl, sem-mesem, antara kasihan sekaligus kesel, " Makanya lain kali jangan asal makan aja. Udah tahu alergi kerang, tetep aja bandel." Aku tersenyum kecut. "Iya, iya nggak makan kerang lagi deh."

"Dan udah berapa kali sih ibu bilang, kalo abis pakai barang taruh lagi ketempatnya. Jangan giliran pas butuh, baru kelabakan nyari-nyari!" kata Ibu panjang lebar. " Kamu nggak sekolah kan? Udah bantuin ibu jaga warung sana. Ibu mau masak dulu. Nanti siang kan ibu mau ke sekolah ngambil raport kamu."

"Iya, iya. Nanti aku ke warung." kataku malas. " Tapi nanti beliin makanan ya kalo ke sekolah?!" kataku semangat.

" Iya nanti tunggu ada pasukan semut hitam." jawab Ibuku asal. " Ibu mah." kataku sambil cemberut.

***

Ibu berangkat ke sekolah sekitar pukul  13.00 siang. Adikku, Kayla, tidak ikut tapi berpesan pada ibu untuk membelikkanya sesuatu. Aku menjaga warung sambil bermain gadget dan mendengarkan musik. Lama-kelamaan, aku diserang kebosanan. Sambil iseng, aku mengamati keadaan sekitar. Aku terpaku sejenak melihat hal menarik yang ku temukan ditembok.

Ada ratusan pasukan semut hitam yang berjalan beriringan di tembok, memanjang tanpa putus. Aku mengamatinya dengan seksama.

Kayla yang bingung melihatku, mendekati dan bertanya padaku apa yang terjadi.

"Kakak ngapain?" tanya Adikku bingung. " Liat apasih? Serius banget."

"Tuh!" aku menunjuk ke arah dinding tembok. "Kamu lihat kan? Ada pasukan semut hitam. Tandanya, kakak bakal dapat uang." jawabku senang.

" Masak sih? Emang bener apa?" kata Adikku tidak percaya. "Apa hubunganya semut hitam sama dapat uang?"

" Ya sudah kalau kamu tidak percaya. Tapi kakak pernah denger mitos itu." kataku cuek. Aku berlalu begitu saja meninggalkan Adikku yang masih bingung.

***

Tak terasa aku sudah menjaga warung selama kurang lebih empat jam. Entah sudah berapa artikel online yang kubaca di gadget. Dan tiba-tiba Om Bambang datang ke warungku.

" Diah nggak sekolah? " tanyanya.

" Nggak om, lagi sakit." jawabku singkat.

"Sakit apaan? " tanya dia bingung.

" Itu, alergi kambuh. Salah makan." jawabku menjelaskan.

" Oh, ya sudah. Ini buat kamu." katanya sambil memberikan uang Rp. 100.000,-. " Buat jajan di sekolah." tambahnya.

Aku tersenyum girang. " Oh iya Om, makasih."

Aku memamerkan uang pemberian Om Bambang ke Adikku.

"Bener kan kata kakak tentang pasukan semut hitam. Kakak dapat uang sekarang." kataku bangga. "Kamu jangan minta ya, inget!"

Aku tersenyum kecut. "Yah kakak, traktir makanan deh minimal. Pelit amat!"

Aku berpikir. "Baiklah, jangan macem-macem tapi!" kataku memperingatkan.

"Sip! " kata Adikku girang.

***