Translate

Senin, 26 Maret 2018

PKL Di PLTU Labuan Part 1

Hai guysss....

Kali ini aku pengen ceritain pengalaman aku Praktik Kerja Lapangan (PKL) atau Kuliah Praktik (KP) di PT. Indonesia Power UJP Banten 2 Labuan. Tapi mungkin bisa dari awal banget ya. Dari kenapa aku pilih disini, Prosedur dan tahapan-tahapannya juga bakal aku jelasin kok semua disini.

Aku menulis ini tujuannya si emang untuk ngebantu adik kelas aku Jurusan Teknik Mesin khususnya Program Studi Teknik Konversi Energi Politeknik Negeri Jakarta yang di tahun-tahun selanjutnya bakal ngalamin PKL/KP kayak gini. Sekedar mengingatkan ya dek, namanya PKL/KP bukan On Job Training (OJT). Beda loh antara PKL/KP dengan OJT. Ini yang sering kampus kita salah sebutin. Bilangnya mau OJT di pembangkit. PKL itu sebutan buat siswa/mahasiswa yang melakukan kerja lapangan di perusahaan. Sedangkan OJT itu sebutan buat calon pegawai yang udah lolos seleksi perusahaan tapi lagi dalam masa pelatihan kerja. Jadi clear ya. Jangan sampe nanti pas lagi PKL bikin malu dengan nulis absen atau ditanya orang ngakunya lagi OJT. Karena kenapa, serius itu pengalaman memalukan yang pernah aku rasakan...

Kenapa PLTU Labuan?
Gak ada alasan khusus kayaknya. Aku sama temen aku berdua akhirnya memutuskan untuk coba apply proposal PKL di sini karena kita dapatnya kontak Labuan aja. Jadi ceritanya tuh gini. Dari awal semester 5, temen-temen sekelas itu udah mulai ngomongin PKL mulu. Jadi pas awal semester 5 udah mulai tuh cari-cari mau partner sama siapa. Berhubung di kelas jumlahnya genap 28 orang, jadi di putuskan bersama kalo satu kelompok itu 4 orang. Setelah dibagi kelompok, bisa dibilang hampir tiap hari itu udah kerjanya cari info tentang pembangkit-pembangkit dan telponin nomor kantor yang ada di google. Dan itu serius loh nyambung, cuma ya gitu di alihkan-dialihkan.

Tapi setelah berhasil terhubung dan tanya-tanya bisa gak 4 orang PKL disana dari Maret sampai April. Jawaban yang kita terima beda-beda. PLTA yang kita hubungi kayak Jatiluhur dan Saguling itu menerima untuk kuota 4 orang dan gak ada masalah dengan bulan yang kita ajukan. Tapi permasalahannya dari 4 orang ini, ada yang gak mau di PLTA karena menganggap hanya sedikit studi kasus yang bisa diambil untuk analisa.

Dan kayaknya bener juga si. Karena yang kita lihat dari kakak dan abang kelas, yang ngambil PKL di PLTA itu biasanya bikin laporan PKL atau TA-nya rancang bangun membuat mini PLTA atau mikrohidro. Dan jujur aja, karena gue orangnya gak kreatif, gue paling males dengan ide bikin-bikin alat. Terlebih bikin alat itu dananya gak sedikit. Walaupun di bantu dana sama Gedung Q tetep aja, itu cuma bantu paling banyak 50% dari total yang kita keluarin. Dan itu belum tentu jadi loh, Tahun lalu, ada kakak kelas angkatan 2014, dia bikin mikrohidro gitu kan. Udah dananya abis banyak, TA-nya gak jadi pula. Sedih kan. Untung aja dia terbantu sama laporan PKL dia. Jadi dosen masih kasih pertimbangan untuk meluluskan.

Balik ke topik.
Nah karena keputusan belum bulat dari 4 orang ini. Akhirnya kita berusaha untuk cari kontak PLTU/PLTGU/PLTP. Karena temen-temen udah ada yang menghubungi PLTU-PLGTU-PLTP kita tinggal tanya deh bisa nggak 4 orang buat dua bulan.

Hasilnya ?
Muara karang - maks 4 orang, 1 bulan
Muara tawar - maks 3 orang, 1 bulan
Lontar - maks 3 orang, 1 bulan
Suralaya - maks 3 orang, 2 bulan
Labuan - maks 3 orang. 2 bulan
Indramayu - maks 4 orang, 2 bulan
Dieng - maks 4 orang, 2 bulan
IP Kamojang - maks 4 orang, 1 bulan
PGE Kamojang - maks 4 orang, 1 bulam
Krakatau Daya Listrik - maks 4 orang, 1 bulan
Star Energi - maks 3 orang, 2 bulan
Priok - maks 3 orang, 1 bulan
Rekadaya elektrika - maks 2 orang. 2 bulan
Adipala - maks 3 orang, 2 bulan

Nah, dari info-info yang di dapet ini kita mengeliminasi PLTU/PLTGU/PLTP yang cuma 1 bulan. Kenapa? Karena syarat minimalnya kan 2 bulan. Males banget ngurus surat-surat proposal, ngirim, dan nunggu jawaban untuk 2 kali. Capek.cuy.

Setelah dieliminasi, pilihannya tinggal sedikit kan.

Suralaya - yes
Labuan - yes
Indramayu - no
Dieng - no
Star Energi - yes
Rekadaya elektrika - no
Adipala - no

Kok Labuan jadi pertimbangan?
Karena setelah musyawarah mufakat kita berempat akhirnya pecah jadi 2 kelompok.

Kok gitu? Katanya M?
Bukan gimana-gimana, tapi serius deh susah cari tempat PKL kalo kita keukeuh pengen berempat. Dan hey, bukan cuma kelompok kita aja loh. Yang lain juga banyak yang pecah jadi 2. Jadi saran si buat adek-adek. Mending dari awal kalo bikin kelompok PKL 2-3 orang aja ya, biar gak ribet pas di tengah-tengah kayak kita.

Trus-trus, karena Indramayu, Dieng dan Adipala itu jauh banget dari Depok, kita berdua langsung mager gitu mikirin perjalanan jauh, ongkos habis banyak, gak bisa sering pulang ke Depok. Belum lagi kalo bolak-balik kan. Kalo pahit-pahitnya, pas PKL laporan buat pembangkitnya belum kelar. Ya terpaksa kan ngurus-ngurus. Gak kebayang deh ribetnya.

Kenapa gak Suralaya?
Kalo Suralaya ini murni masalah isu alias black campaign.

Maksudnya?
Karena waktu ngerumpi, kita di kipas-kipasin untuk jangan di Suralaya. Katanya di suralaya itu gak di kasih pegang alat, nggak diurusin, plus pelit kalo diminta data buat TA. Aku denger gitu kan langsung amsyong ya. Gak deh. Susah banget kayaknya, Tapi isu, kalo nggak dikasih pegang alat itu hanya hoax dek. Karena ternyata eh ternyata pas bulan Maret-April, Suralaya lagi Over Houl (OH) dan anak PKL diperbolehkan untuk ikut bergabung bersama teknisi untuk perbaikan.
Aigooo.

Tau dari mana? Kan di Labuan
Ya tau lah, kan ada temen yang di Suralaya. Plus kita kan bareng sama anak dari STT-PLN, dan dia bilang di Suralaya lagi OH.

Nyesel dong gak di suralaya?
Nggak juga. Hampir sama aja si Suralaya sama Labuan.

Kalo Star Energi?
Ini karena masalah indeks prestasi (IP). Yang ngajuin PKL disana minimal IP-nya 3,00.

Trus?
Bukan aku yang IP-nya di bawah 3,00 ya. Temen aku!

Udah ya,singkat cerita gitu deh cerita gimana aku bisa memutuskan Labuan. Nanti di part selanjutnya bakal aku kasih tau gimana prosedur-prosedur PKL/KP di PNJ ya. Dan apa aja yang harus di persiapkan. Beda-beda loh tiap pembangkit. Bedanya dimana?

See you next time...






Minggu, 19 Februari 2017

Obsession - Jokowi Ahok version



FF atau fanfic ini hanya untuk tujuan hiburan semata. Tidak ada maksud untuk hatespeech terhadap pihak manapun.

Enjoy this fanfiction !!  ^^

Chapter 1 : Coretan selama debat

Seperti Sherlock yang bahagia menjadi high functioning sociopath, Ahok juga memiliki alasan untuk memilih menikmati apa saja yang terjadi saat ini. Dia sangat bahagia jika ada yang bertanya tentang keadaannya. Kasus ini, sekuat apapun mereka mencoba, mereka terlihat tak akan bisa menjatuhkan atau melemahkan semangatnya menjadi Gubernur DKI Jakarta lagi untuk lima tahun ke depan. Dia tidak terlalu peduli dengan uang atau kekuasaan yang dimiliki dengan posisi seorang kepala daerah Ibukota Negara. Bagi seorang Ahok, yang terpenting baginya dengan memenangkan pilkada ini adalah, dengan menjadi seorang gubernur, dia selalu bisa dekat dengan Joko Widodo. Karena dulu dia telah membuat janji dan dia akan menepatinya apapun yang terjadi.

Ahok PoV
13 Januari 2017
Mungkin kalian akan bilang aku sombong kalau aku berkata debat mungkin adalah keahlianku, selain marah-marah tentunya. Tapi marah mungkin lebih tepat didefinisikan sebagai hobi ketimbang keahlian sebenarnya. Hobi yang menyusahkan kalau boleh dibilang. Bagaimana tidak? Karena hobiku ini, mungkin ada ratusan orang yang sakit hati padaku dan mendoakanku agar kalah di pilkada maupun di pengadilan.

Aku tidak masalah dengan hal itu karena jujur saja, aku pernah mengalami hal yang lebih buruk ketimbang hanya sekedar doa dan sumpah serapah. Bayangkan saja jika kalian berada di teras depan rumah dan kalian menemukan surat kaleng berisi segala macam barang aneh dan selembar kertas berisi ancaman akan disantet. Kalau kalian menganggap itu mengerikan, kalian harus memberi applause kepadaku. Karena, ya, itu adalah hal yang kualami dulu saat hendak menjabat sebagai bupati Belitung Timur.

Jadi bisa dikatakan aku ini sudah hampir kebal dengan berbagai macam serangan verbal dan hal-hal klenik seperti perdukunan. Bukan karena Ahok sakti, punya dukun jago atau khatam ilmu kebal. Aku nggak pernah belajar hal-hal seperti itu. Kuncinya sebenarnya satu aja. Eh dua deh. Satu kan punya sebelah. Pertama, percaya kalau Tuhan pasti selalu melindungi kita dari segala niat dan perbuatan buruk. Kita pegang ini aja, percaya deh, sebanyak apapun orang yang ingin menjatuhkan kita, kita pasti akan selamat. Dan yang kedua adalah selalu ingat dengan tujuan. Dalam hal ini adalah untuk apa tujuan saya menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Sayangnya aku tidak melihat kehadiran orang yang menjadi tujuanku terjun ke dunia politik selama debat kali ini. Aku sudah mencarinya sejak aku dan yang lain akan berangkat menuju tempat acara. Saat acara debat berlangsung pun mataku tidak berhenti melihat ke arah pintu masuk menunggu kedatangannya.

Aku mengerti bahwa dia adalah seorang Presiden yang selalu sibuk dengan urusan kenegaraan. Tapi aku hanya meminta sedikit saja waktunya. Lima menit bahkan lebih dari cukup baginya untuk hadir dan mengucapkan semangat berjuang.

Kalian mungkin berpikir hubunganku dengan Joko Widodo hanya sekedar hubungan antara politisi atau hubungan antar Gubernur dan Wakilnya. Media hanya merekam pertemuan pertama kami lima tahun lalu saat kami hendak maju Pilkada Jakarta. Tapi kedekatan kami yang sebenarnya, pertemuan awal kami yang sesungguhnya, sudah berlangsung sejak lama. Dan hal itulah yang membuatku di debat pertama Pilkada hari ini kesal sekali sejak tadi. Kesal padanya karena ketidakhadirannya. Dan kesal pada diriku sendiri karena selalu setia menunggunya.

Dan akibatnya, hampir saja emosiku meledak saat dipanggung ini. Aku bersyukur masih bisa meredamnya walaupun tidak sepenuhnya. Well, jangan menganggap aku mencoba menyerang Pak Anies atau semacamnya. Aku hanya mencoba berbicara saat giliranku dan jujur saja, aku tidak begitu peduli apa yang paslon lain katakan. Saat itu aku sedang mencoba meredakan kekesalanku dengan tidak melampiaskannya lewat sindiran ataupun kata-kata sinis pada paslon lain. Karena timsesku mungkin akan bekerja ekstra keras jika itu terjadi. Tapi apa mau di kata, saat paslon satu menyebut kartu-kartu, aku kembali teringat kekesalanku padanya. 

Aku menulis banyak catatan saat debat. Dan kebanyakan adalah segalanya tentang dia seperti dosen, kanada, dan melupakan janji. Pak Djarot melihat apa yang aku tulis dan aku memperhatikan wajahnya yang sedikit bingung. Dia jelas tidak tahu apa artinya karena mimik wajahnya sangat jujur memperlihatkan ketidaktahuaannya. Aku beruntung dia tidak bertanya lebih lanjut karena aku pun tidak tertarik menjelaskannya pada siapapun. Tapi jujur saja, aku agak geli melihat ekspresinya itu. Untung aku berhasil menahan diri untuk tidak tertawa dan hanya mengeluarkan senyum simpul sebagai gantinya. 

Dan aku bersyukur dengan peraturan debat melarang kamera menyorot apa saja yang para paslon tulis. Paslon lain pun aku yakin juga lega dengan adanya peraturan itu karena akan sangat memalukan baginya saat masyarakat mengetahui visi misi hanya berupa hafalan yang perlu ‘contekan’ untuk menjelaskannya. Aku sendiri tidak terlalu mempersiapkan diri dengan debat ini. Make it flow saja. Aku hanya akan mengatakan apa yang sudah dan apa yang akan aku lakukan kedepan. Karena itu, aku juga tidak terlalu masalah jika catatanku saat debat disorot kamera. Karena coret-coretan yang yang ku buat saat itu hanya tentang dia dan masa lalu kita.

Minggu, 30 Oktober 2016

Review Drama I Remember You : Analisa Psikologis Lee Min, Posesif dan Brother Complex

Hello Chingu… Udah lama yaa, gue nggak memposting di blog ini. Sebenarnya sih banyak yang pengen gue tulis, tapi tiap mau posting, otak gue entah kenapa tiba-tiba macet, jadi hilang deh insprirasinya. Tapi kali ini, tangan gue udah gatel banget nih ingin menuliskan isi kepala gue ini tentang drama yang super daebak. Judulnya I Remember You atau juga dikenal sebagai Hello Monster. Castnya sih kalian pasti udah pada kenal semua. Ada Seo In Guk yang berperan sebagai seorang profiler bernama Lee Hyeon dan Jang Na Ra yang berperan sebagai detektif Cha Ji Ahn. Tapi postingan gue kali ini, nggak akan terlalu membahas tentang mereka. Lah trus bahas siapa dong? Mereka kan pemeran utamanya? Penasaran kan?! Untuk warning aja, postingan gue kali ini bakal spoiler banget. Jadi bagi yang pengen tetep penasaran sama akhirnya, jangan scroll kebawah-bawah yaa. Oke?! xD

Awalnya nih yaa, boro-boro tertarik buat nonton drama ini. Liat posternya aja gue udah nggak suka. Alasannya sih sederhana, agak aneh sebenarnya kalo dipikir. Gue nggak suka karena drama ini ada Jang Na Ra. Heol! Gue gak juga habis pikir kenapa bisa begitu. Bukan benci atau apa, gue cuma agak kesel karena sebagai guru Jung In Jae, gue melihat dia lebih sering daripada Go Nam Soon dan Park Heung Soo di School 2013. Yah itu yang agak bikin frustasi sebenarnya.

Tapi setelah gue pikir lagi, drama ini mungkin akan menarik karena ada unsur crimenya, dengan pembunuhan, polisi, detektif dan tentunya teka-teki yang mesti dipecahkan. Karena Sherlock Holmes dan Detective Conan, cerita seperti itu selalu dan akan selalu mempunyai daya tarik yang kuat sama gue. Buat gue, susah banget buat nggak kepo, se-nggak menarik apapun cast-nya. Alasan lain? Hmm mungkin karena aku pikir drama ini bakal jadi drama noona dongsaeng. Secara Seo In Guk usianya lebih muda dari Jang Na Ra. Tapi gue rasa, kalau dibandingkan dengan I Hear Your Voice, gue kira ini bukan drama yang seperti itu.

Seperti biasa, gue selalu membaca sinopsisnya sebelum memberi DVD. Gak ada yang spesial dari drama ini ketika gue membacanya. Tapi membaca dan menontonnya langsung adalah hal yang sangat berbeda. Ketika membaca, gue berpikir kalau Hyeon dan Ji Ahn adalah couple yang cute. Karena itu gue cukup mengikuti dan mendukung hubungan mereka. Tapi saat menonton, bukan Lee Hyeon atau Cha Ji Ahn yang menarik perhatian. Tapi Lee Min, adik Lee Hyeon yang diperankan oleh Park Bo Gum.

Dari awal drama, mudah sebenarnya menebak kalo Pengacara Jung Soon Ho adalah Min yang sebenarnya. Terlalu mudah malah, terlalu banyak petunjuk. Jadi gue pikir, bukan itu sebenarnya teka-teki yang ingin di tunjukkan screenwriter untuk dipecahkan penonton. Ketika menonton, gue merasa kalau SW-nim bukan meminta kita untuk menemukan Min, tapi untuk memikirkan apa alasan Min melakukan semuanya. Membunuh, berganti identitas dan menyembunyikan siapa dia sebenarnya dari kakaknya, pasti ada alasan di balik semua itu. Tapi untuk itu kita harus mengenal dulu SIAPA SIH SI MIN ITU? dan GIMANA SIH KELUARGANYA? Untuk itu, cekidot... Ayo kita bahas sampe tuntas! xD 

Kalau dilihat dari latar belakang keluarga, Min itu cuma anak biasa tumbuh dalam keluarga baik-baik dan mapan. Semuanya normal bagi Min sebelum ibunya meninggal dengan mengenaskan. Dia tetep terlihat bahagia. Bahkan seperti gak ada yang berubah bagi Min ketika ibunya meninggal tepat didepan matanya. Tetapi Min bukanlah Min yang sama setelah kejadian itu. Kalau dipikir, agak aneh sebenarnya tentang reaksi Min pas waktu ibunya terbunuh.

Okelah, dia nggak menghampiri jasad ibunya karena takut melihat banyak darah, tapi anehnya dia juga tidak menangis sama sekali. Nah justru, waktu hyungnya bangun dari pingsan, dia cuma terlihat sangat lega karena hyungnya tidak apa-apa. Dia hanya berterima kasih karena hyungnya telah menyelamatkannya dari orang jahat, sama sekali tidak menyebut kalau orang jahat itu telah membunuh ibu mereka.

Entah kenapa, gue berpikir dia tidak terganggu sama sekali dengan kepergian ibunya. Buat anak yang paling gede delapan tahun, Min udah nggak bisa dibilang normal. Mungkin dia berpikir selama dia memiliki hyungnya, semua akan baik-baik saja. Dia mungkin merasa cukup hanya dengan memiliki hyungnya. 

Sikapnya yang hampir tanpa reaksi saat kepergian ibunya berbanding terbalik ketika Ayahnya menjauhkannya dari Hyeon karena berpikir Hyeon seorang monster. “Appa mengambil Hyung.”,” Appa ingin menjauhkan Hyung dariku.”, Min selalu mengulang kata-kata yang sama dengan gurat kekesalan pada ayahnya. Min pasti tidak menyangka ucapan pada ayahnya untuk tidak mempercayai hyungnya akan berakibat fatal. Dia jelas kesepian ketika Hyeon yang ada beberapa meter darinya, tetapi tidak lagi bisa menemani bermain.

Banyak scene yang menunjukkan kalau Min, dari segi apapun lebih dekat dan lebih bergantung dengan Hyungnya daripada ayahnya. Dan begitu pula dalam hal mempercayai. Tapi kurang tepat jika dibilang Min membenci ayahnya. Perasaan Min lebih cenderung dingin dan tidak peduli pada ayahnya. Kita semua tahu, kalau Min ingin membunuh Lee Joon Young karena telah berbohong padanya tentang perasaan hyungnya. Hyung yang sebenarnya tidak pernah meninggalkannya dan selalu mencarinya. Tak pernah sekalipun Min menyebut kalau alasan dia ingin membunuh Joon Young adalah untuk ayahnya. Bahkan Min hanya berkata “Ah!” singkat saat mendengar kasus seseorang yang ingin membalas dendam kepada ayahnya. Itu menunjukkan kalau dia sangat kurang excited terhadap hal lain selain hyungnya.

Perasaan ditinggalkan, perasaan sepi dan sendiri itu akhirnya tumbuh dalam diri Min selama dua puluh tahun. Saat hyung yang baginya adalah segalanya pergi tanpa pernah mencarinya, Min hanya merasa dunianya telah hancur. Satu-satunya yang dia inginkan adalah hyungnya disampingnya, mengurusnya, dan berbagi rahasia dengannya. Min hanya menginginkan hyungnya, tapi ia terluka karena bagi hyungnya dia bahkan bukan hal penting untuk dicari atau sekedar diingat.

Mungkin karena itu dia melakukan segalanya untuk menarik perhatian hyungnya. Min hanya ingin hyungnya tahu bahwa apa yang telah dia lakukan, semua pembunuhan itu, adalah kesalahan hyungnya. Kesalahannya hyungnya karena tidak menjaganya, kesalahannya hyungnya karena tidak berada disisinya untuk mencegahnya melakukan perbuatan itu, dan kesalahan hyungnya karena telah membuatnya begitu merasa hancur karena meninggalkannya sendirian. Min merasa semua terasa salah saat hyung-nya pergi. Dan dia membenci perasaan itu. Dia menginginkan semua seperti dulu. Saat dia hanya bergantung pada hyungnya dan saat hyungnya hanya melihatnya dan menyayanginya lebih dari siapapun.

Pembunuhan itu hanya satu-satunya cara yang dipikirkan Min saat rasa marah dan rindunya bercampur aduk menjadi satu. Min mungkin sangat cemas akan pikiran buruknya sendiri bahwa hyungnya mungkin saja hidup lebih baik dan bahagia tanpa dia, bahwa hyungnya mungkin tak menginginkannya lagi sebagai adiknya.

Pikiran buruk bahwa hyungnya akan meninggalkannnya lagi membuat dia merasa perlu untuk mengikat hyung-nya dengan rasa bersalah karena telah membuatnya hancur dan menjadi pembunuh. Min merasa yakin bahwa dengan cara itu rasa bersalah yang dia buat akan membuat hyung-nya berada disisinya dan tidak pergi lagi.

Min mungkin tidak tahu bahwa perasaan takut kehilangan, rasa sayang dan cintanya telah berubah menjadi obsesi. Dan semua pembunuhan itu dilakukan karena, semarah dan sebenci apapun dia pada hyungnya, dia tidak akan sanggup membunuh hyungnya. Dia tidak peduli walaupun nanti jika kejahatannya terungkap hidupnya akan hancur dan dia akan dianggap psikopat. Ia hanya berpikir untuk melukai orang yang seperti hyungnya, yaitu orang yang meninggalkan orang lain. Dengan melukai orang-orang itu, Min mungkin berharap hyungnya bisa merasakan sakit yang selama ini dia pendam seorang diri.

Tentang quote favourit, ada satu quote yang menurut gue keren banget. Itu scene saat Min sekarat hampir mati dan dia bilang gini, "Selama dua puluh tahun, aku mencarimu, membencimu, dan hanya merindukanmu. Selama dua puluh tahun kau adalah segalanya bagiku." Pas adegan itu gue berasa jlebb gitu. Sumpah sedih ngena banget. :(

Mungkin itu aja yang bisa gue bahas tentang psikologis Min. Gue sendiri nggak yakin dengan Happy Ending terbaik untuk Min itu seperti apa. Tapi terlepas kejahatan apapun yang dia lakukan, dia itu manis banget dengan Brother Complex-nya itu. Gue berharap dia akhirnya bersama hyungnya. :)

Lain kali mungkin gue bakal bahas tentang noona dongsaeng relationship antara Lee Kwang Soo sama Song Ji Hyo. Sumpah, gue penasaran banget sama mereka. Jujur, gue pikir hubungan mereka lebih cute dari Monday Couple. So, tunggu yaa postingan selanjutnya. Annyeong... ^^

Minggu, 10 Januari 2016

Sherlock Holmes’s Best Man Speech

Posting ini gue persembahkan bagi kalian yang jatuh cinta sama Sherlock Holmes versi serial televisi BBC. Dan gue persembahkan pula buat yang ngefans berat sama Benedict Cumberbatch si Holmes unyu dan sahabat terbaiknya Martin Freeman, si dokter paling baik dan sabar sejagat raya. Semoga kalian bisa hidup bahagia bersama dan selamanya. Eh... Maksud gue sama pasangan masing-masing. Watson aja lebih tepatnya. Soalnya Holmes mah udah jelas berniat jadi jones buat selamanya. Tolong banget buat Holmes, jangan ganggu Watson lagi yaa, doi udah nikah sekarang. Dan Watson, gue tau pesona Holmes itu gede banget tapi abaikan saja dia, okey? He’s ridikulous man, right? Dan terakhir, posting ini buat kalian penasaran sama Best Man Speech-nya Holmes pas pernikahan Dr. John Watson sama Mary Morstan, kalian bisa liat disini selengkapnya. Full tanpa flashback. Di jamin nangis deh, terharu pokoknya.

Warning for typo(s) dan sorry banget kalau translatenya menurut kalian kurang pas.

No copas okay :)

So, cekidot xD Comment, please?!

“John Watson. My friend, John Watson. John. When John first broached the subject of being best man, I was confused. I confess at first I didn’t realise he was asking me. When finally I understood, I expressed to him that I was both flattered and… surprised. I explained to him that I’ve never expected this request and I was a little daunted in the face of it. I nonetheless promised that I would do my very best to accomplish a task which was, for me, as demanding and difficult as any I had ever contemplated. Additionally, I thanked him for trust he’d placed in me. And indicated that I was, in some ways, very close to being… move by it. It later transpired that I had said none of this out loud.

“Hmm, I’m afraid, John, I can’t congratulate you. All emotions, and in particular love, stand opposed to the pure cold reason I hold above all things. A wedding is, in my considered opinion, nothing of short of  a celebration of all that is false… and specious thing… and irritational… and sentimental in this ailing and morally compromised world. Today we honour the death-watch beetle that is the doom of our society, and in time one feels certain our entire species. But anyway, lets talk about John.

“If I burden myself with a litte help-mate during my adventures, it is not out of sentiment or caprice. It is thas he has many fine qualities of his own that he has overlooked in his obsession with me. Indeed, any reputation I have for metal acuity and sharpness comes, in truth, from the extraordinary contrast John so selflessly provides. It is a fact, I believe, that brides tend to favour exceptionally plain bridesmaids for their big day. There is certain analogy there, I feel. And contrast is, after all, God’s own plan to enhance the beauty of his creation or it would be if God were not a ludicrous fantasy designed to provide a career opportunity for the family idiot.

“The point I’m trying to make is that I am the most unpleasant, rude, ignorant, and all-round obnoxious arshole that anyone could possibly have the misfortune to meet. I am dismissive of the virtuous, unaware of beautiful, and uncomprehending in the face of happy. So if I didn’t understand I was being asked to be best man, it is because I never expected to be anybody’s best friend. Certainy not the best friend of the bravest… and kindest… and wisest human being I have ever had the good fortune to knowing.

“John, I am a ridiculous man, redeemed only by the warmth and constancy of your friendship. But, as I’m apparently your best friend, I cannot congratulate you on your choice of companion. Actually, now I can. Mary, when I say you deserve this man, it is the highest compliment of which  I am capable. John, you have endured war, and injury, and tragic loss… so sorry again about the last one… So now this, today, you sit between the woman you have made your wife and the man you have saved. In short, the two people who love you most in all this world. And I know I speak for Mary as well when I say we will never let you down, and we have a lifetime ahead to prove that.”

Terjemahan ke Bahasa Indonesia :

“John Watson. Sahabatku, John Watson. John. Saat John memulai pembicaraan tentang menjadi Best Man (sahabat terdekat pengantin pria yang yang berbicara di hari pernikahan), aku merasa bingung. Aku mengakui kalau diawal aku tidak yakin dia benar-benar memintaku melakukannya. Ketika akhirnya aku mengerti, aku menunjukkan padanya bahwa aku cukup tersanjung dan terkejut. Aku menjelaskan padanya bahwa aku tak pernah mengharapkan permintaan ini dan aku sedikit menakutkan ketika mengatakannya. Aku, meskipun begitu, telah berjanji bahwa aku akan melakukan yang terbaik untuk menyelesaikan tugas ini, yang bagiku, merupakan permintaan tersulit yang pernah ku ingat. Selain itu, aku berterima-kasih padanya untuk kepercayaan yang dia berikan padaku, sebuah tanda bahwa aku, dalam banyak hal, nyaris luluh olehnya. Hal itu berlangsung belakangan dan aku katakan tak ada satupun yang mencolok.

“Hmm, aku takut, John, aku tak bisa memberikan ucapan selamat padamu. Segala emosi, dan terutama cinta, berlawanan semata-mata pada alasan kejam yang aku genggam di atas segalanya. Sebuah pernikahan, dalam pertimbanganku,  tak lebih dari perayaan singkat yang semuanya tidak tepat… dan terlihat benar, namun sama sekali tidak…dan menjengkelkan… dan sentimental pada dunia yang sakit-sakitan dan penuh kompromi moral. Hari ini kita mendapat kehormatan untuk melihat kematian kumbang secara langsung, yang mana merupakan sebuah malapetaka bagi masyarakat kita, dan pada saatnya menjadi sebuah keyakinan pada seluruh spesies kita. Dan ngomong-ngomong, mari kita bicara tentang John.

“Jika aku menyusahkan diri sendiri dengan menyertakan seorang teman yang hanya memberikan sedikit bantuan pada petualangan-petualanganku, itu bukan sebuah luapan perasaan ataupun perubahan pemikiran secara tiba-tiba. Itu karena dia memiliki kualitas yang sangat baik dalam dirinya, tentu dengan mengabaikan obsesinya padaku. Tentu, banyak reputasi yang aku peroleh untuk ketajamanku, dan sebenarnya, dari perbedaan yang sangat luar biasa, John, tanpa mementingkan diri sendiri berhasil membuktikannya. Ini sebuah fakta, yang aku percaya, bahwa pengantin-pengantin dengan kecenderungan mengharapkan karunia, secara luar biasa, membuat gadis pengiring pengantin terlihat kurang menarik pada hari besar mereka. Ada analogi yang jelas disini, kurasa. Dan yang paling membedakan, setelah semuanya, takdir untuk meningkatkan keindahan ciptaan-Nya… atau itu mungkin terjadi jika Tuhan tidak dalam rancangan fantasi menggelikan untuk menyediakan kesempatan karir bagi keluarga yang bodoh.

“Inti dari yang ingin ku katakan, aku adalah orang yang paling tidak menyenangkan, kasar, bodoh, dan brengsek paling menjengkelkan yang di temui oleh orang-orang tidak beruntung. Aku telah jauh dari keluhuran budi, tak pernah menyadari keindahan, tak memahami apa itu kebahagiaan. Jadi, jika aku tidak mengerti mengapa aku diminta untuk menjadi Best Man, itu karena aku tak pernah berharap untuk menjadi sahabat siapapun. Dan pastinya bukan menjadi sahabat orang paling berani… paling baik… paling bijak, yang dengan keberuntungan aku kenal.

“John, aku ini orang sinting, yang dapat terselamatkan hanya dengan kehangatan dan keteguhan hati persahabatanmu. Tapi, sebagai sahabatmu, aku tak bisa memberimu ucapan selamat atas pilihanmu pada pertemanan kita. Sebenarnya, aku bisa sekarang. Mary, saat aku berkata kamu pantas untuk pria ini, itu merupakan pujian tertinggi yang mampu aku berikan. John, kau telah memikul penderitaan akibat perang, and luka-luka, dan kehilangan yang menyedihkan… maaf tentang yang terakhir… Lalu saat ini, hari ini, kau duduk diantara wanita yang kau jadikan istri dan pria yang telah kau selamatkan. Singkatnya, dua orang yang paling mencintaimu di dunia ini. Dan kini, dengan tulus kukatakan pada Mary, kita tak akan membiarkanmu sedih, dan kita punya banyak waktu untuk membuktikannya.”

Rabu, 30 Desember 2015

Ansos? No Problem

Bagi sebagian orang, menangis dan berbagi kesedihan dengan orang terdekat adalah hal yang mungkin sangat biasa dilakukan. Bisa sama siapa aja. Orangtua, sahabat ataupun pacar contohnya. Tapi bagi gue, itu hal yang sangat sulit dilakukan.

Kata ibu, gue itu orangnya sangat amat nggak romantis. Susah banget yang namanya mengutarakan isi hati bahkan sama orang-orang yang paling dekat. Daripada ngucapin kata-kata manis ataupun kasih sayang, gue lebih suka ngucapin hal yang berlainan dari apa yang ingin gue ucapin. Hmm contohnya yaa, yang paling sering sih ibu gue selalu nanya, “Kakak sayang nggak sih sama ibu?”. Dan kalian tau kan jawaban gue. Gue langsung jawab “NGGAK!” pake nada nyolot. Ibu gue sih senyum-senyum aja, karena dia tahu jawaban yang sebenernya. Jawaban yang nggak akan pernah diucapin orang model gue, jawaban dari orang yang paling nggak romantis di dunia.

Mungkin karena karakter gue yang “lain di mulut, lain di hati” ini yang bikin gue cuma punya sedikit banget orang-orang terdekat. Yah selain mereka mungkin nganggep gue anti-sosial, tentunya.
Gini yaa… Sebenernya gue tuh bukan anak ansos kok. Gue cuma agak nggak nyaman aja dengan terlalu banyak orang. Gue suka bareng-bareng sama yang lain, tapi gue nggak suka lama-lama. Dan selain itu, gue tipe orang yang lebih nyaman dirumah. Dengerin musik, nonton film, baca novel, tidur… apapun hal-hal yang bagi gue menyenangkan bisa gue lakuin dirumah.

Gue mungkin dianggap sombong karena jarang mau mulai komunikasi sama yang lain, selain karena tugas tentunya. Tapi kalo gue pikir lagi, keengganan gue untuk terlalu bergaul sama temen-temen yang lain dikampus, mungkin lebih karena gue takut. Bukan karena takut uluran persahabatan gue nggak diterima karena sikap gue yang kurang membaur. Mereka nggak sejahat itu kok, baik banget malah. Tapi karena gue takut, ketika gue udah membuka hati dan mereka menerima gue, gue bakalan terus bergantung sama kebaikan mereka dan terus mengharap bantuan dan pertolongan mereka dengan alasan pertemanan.

Hidup gue selama ini selalu mengajarkan kalo “bergantung” dan “berharap” sama orang lain bukan hal yang baik buat bertahan. Gue udah cukup sering melihat yang namanya penipuan dan kekecewaan. Dan dari semua yang gue lihat, yang paling menyakitkan adalah harapan yang hancur oleh orang terdekat yang paling kita percayai, yang seharusnya menjadi tempat kita bergantung. Karena itulah gue bikin dinding disekitar ini gue. Sikap cuek dan kurang peduli adalah pertahanan gue. Dinding ini yang membuat gue harus lebih mempercayai diri gue sendiri.

Gue sering bilang sama diri gue sendiri untuk jangan terlalu peduli sama orang lain, toh kalo masalah apapun pada akhirnya gue sendiri yang nyelesain atau yang paling buruk gue sendiri yang menanggung akibatnya. Sugesti yang berulang-ulang dalam waktu lama itu yang mungkin membuat gue jarang bersimpati sama masalah dan nasib buruk orang lain. Gue selalu berpikir, sama seperti gue, mereka juga pasti bisa melewati semuanya dengan baik tanpa perlu bantuan siapapun. Mungkin itu yang membuat rasa “inisiatif membantu” gue terkubur selama belasan tahun.

Gue akui gue emang punya kepedulian sosial yang sangat minim, hampir nol malah. Tapi bukan berarti sikap gue yang acuh juga berlaku dirumah. Seperti gue bilang diatas. Gue bukan orang yang bisa berkata-kata manis, tapi gue juga bukan orang yang dingin dan cuek sama keluarga. Kalian mungkin berpikir gue berasal dari keluarga broken home, anak yang terlantar dari orang tua yang bercerai atau sebagainya. Tapi gue nggak begitu. Sampe saat ini orang tua gue rukun-rukun aja tuh, yaa setidaknya nggak ribut mulu walaupun bokap gue agak keras.

Yahh mungkin karena itu, gue nggak terlalu deket ama bokap. Kata ibu, gue sama bokap terlalu mirip. Sama-sama api, katanya. Tapi gimana pun hubungan gue sama bokap, gue deket banget sama ibu dan adek gue. Bersama mereka, gue bisa jadi diri anak remaja biasa yang tertawa bebas dan bercanda seharian. Karena itu gue nggak pernah nggak bersyukur ketika libur. Ketika gue punya sedikit uang, gue sering menghabiskannya dengan mereka berdua. Jalan-jalan, makan, jajan… rasanya seneng banget ketika gue bisa memberikan mereka sedikit hiburan dengan uang gue sendiri.

Balik lagi soal kesedihan, gue yang nggak pernah nangis di depan siapapun bukan berarti gue nggak punya kesedihan dan luka hati. Ada saatnya gue menangis dengan membekap mulut biar tangisan gue dimalam hari nggak kedengeran sama siapapun. Bahkan sama ibu dan adik, gue nggak pernah siap untuk menceritakan semua masalah yang gue punya. Gue cuma ingin terlihat tegar dan kuat dengan nggak menangis, karena gue sadar sekeras apapun gue menangis, masalah apapun yang gue hadepin nggak akan terselesaikan dalam sekejap. Selain itu gue takut mereka merasa khawatir ataupun merasa bersalah karena nggak bisa membantu. Mungkin lebih cocok gue bilang kalau gue takut membebani ibu.

Karena itu gue nggak pernah menyesal menjadi pribadi yang dibilang orang anti sosial. Tapi kalo boleh milih, gue lebih suka disebut introvert. Alasannya? Simple. Karena lebih keren. Tapi yaa, apapun namanya gue nggak terlalu ambil pusing. Selama gue punya dua orang yang gue sayang, waktu untuk sendiri, handphone, dan DVD, menjadi anti sosial ataupun introvert, gue bersyukur karena gue bisa bahagia dengan cara yang paling sederhana.

Sabtu, 19 Desember 2015

Cinta Sejati Zoey Itu ya Harry

Setelah UN, menonton drama korea selama liburan menjadi hal yang WAJIB gue lakukan. Iya bener wajib! Kebayang kan gimana rasanya menahan diri untuk gak nonton drama apapun itu selama berbulan-bulan demi persiapan ujian. Nah, berhubung sekarang udah libur, ini adalah waktu yang tepat untuk membalas dendam. Hohoho *tawa iblis*

Biasanya sebelum nonton, gue baca dulu recaps-an atau sinopsisnya. Biar tau yang mana yang mau dibeli, jadi pas nonton gak ada tuh yang namanya nyesel. Karena apa? Karena gue penonton yang pemilih dan terutama karena uang gue terbatas. Syarat utama drama yang menurut gue keren itu ya kalo pemain-pemain cakep atau nggak ceritanya yang unik. Jadi ya, sorry aja, gak banyak DVD drakor yang gue punya. *bilang aja bokek*

Dan asal lo tau ya, *apabanget-_-* gue sempet lho cuma tertarik sama drama yang di bintangin Lee Jong Suk dan Kim Woo Bin gara-gara gue jatuh cinta berat sama School 2013. Bagi gue dulu, mau sebagus apapun drama kalo pemainnya bukan mereka berdua ya tetep aja jelek. Hehe *mian* Tapi lambat laun mata hati gue pun terbuka. *tsahhh* Dan akhirnya setelah memohon ampun pada poster Lee Jong Suk dan Kim Woo Bin karena pengkhianatan yang akan gue lakukan, gue pun berhasil move on. Yeyyy *kasihpiala*

Dalam rangka move on, gue seneng banget tuh yang namanya hunting sinopsis. Sampe-sampe daftar baca gue mungkin lebih panjang dari daftar absensi sekolah. *jadi kangen :`)* Tapi ya tetep aja sinopsis drama yang gue baca masih harus berhubungan sama School 2013. Entah itu pemainnya, ceritanya, background musik atau apanya kek. Pokoknya masih semua masih punya benang merah sama School 2013.

Sebenarnya, gue gak begitu yakin gimana caranya gue tahu drama I Miss You ini. Tapi kalo gue pikir lagi, kayaknya gue tahu ini drama gara-gara drama I Hear Your Voice nya Lee Jong Suk sama Lee Bo Young. Yupps, sama-sama drama noona-dongsaeng. Gue suka banget drama itu. Recomended banget deh buat para readers. Di situ kalian bakal lihat pacar gue Lee Jong Suk *dipelototin Kim Woo Bin* yang super duper imut. Chemistry doi sama Lee Bo Young disana bener-bener dapet walaupun ini drama noona-dongsaeng yang katanya sih kebanyakan nggak cucok.

Pas episode-episode pertama gue baca, perasaan gue udah masuk ke dalam alur cerita. Kisah masa lalu Lee Soo Yeon (Yoon Eun Hye) tragis bener emang. Hidupnya di rumah udah kayak ring tinju dengan bokap yang tukang pukul. Belum lagi setelah bokapnya ketangkep polisi dan di eksekusi mati atas kasus pembunuhan. Jangankan menghibur Soo Yeon yang kesusahan, tetangga dan temen-temen di sekolahnya malah ngejahuin doi dan ibunya karena takut dibunuh juga. Helloww, yang ngebunuh orang itu bapaknya bukan dia! Bukan kita kan yang menentukan ortu kita? Kayak jodoh aja. Kalo bisa sih semua orang pengen punya jodoh yang sempurna. Baik, tampan, penyayang, pinter, setia dan kalo bisa sih kaya. *tetep* Ya tipe-tipe Lee Jong Suk gitu deh. #ngarepdotcom. Lee Seung Gi juga boleh. *dipelototinYoona*

Back to topic. Bagi yang udah nonton tahu kan, baru episode-episode awal aja ini drama udah bikin baper. Dan emang bener, episode-episode selanjutnya ya kalo nggak bikin marah-marah ya bikin kesel. *apa bedanya?* Dari judulnya udah kebayang kan kalo drama ini penuh romance. Kisah cinta yang sangat menyakitkan, yang berawal dari dendam masa lalu. Rada capek liat ini drama. Banyak banget adegannya nangisnya. Tiap gue liat ini drama, kalo nggak karena bebeb Yoo Seung Ho, bawaannya pengen lempar laptop. Semua tokoh punya cerita sedih masing-masing yang mendalam. Tapi bagi gue, Kang Hyung Joon atau Harry Borrison yang di peranin mantan gue Yoo Seung Ho *jiahh* emang yang paling menarik simpati.

Masalah Joon berawal ketika dia masih kecil. Dia adalah anak dari kakeknya Jung Woo (Park Yoo Chun) dari istrinya yang jauuuhh lebih muda. Dengan kata lain, Joon itu sebenernya pamannya kecilnya Jung Woo. Ketika si kakek meninggal, dia mewariskan sejumlah besar harta kekayaan pada ibunya Joon. Bokapnya Jung Woo, Han Tae Joon, nggak terima. Dia menganggap ibunya Joon mencuri uangnya dia. Makanya dia maksa ibunya Joon buat ngasih tau keberadaan uang itu sampe ngancem bakal nyelakain Joon kalo ibunya macem-macem. Joon sendiri disekap dirumah dengan di jaga anjing. Sedangkan ibunya dimasukin ke rumah sakit jiwa. Tapi meskipun udah dimasukin ke rumah sakit jiwa, ibunya Joon keukeuh nggak mau kasih tau. Iya juga sih, kalo di kasih tau juga doi sama anaknya malah bakal dibunuh sama Han Tae Joon yang udah nggak perlu info lagi darinya karena udah berhasil dapetin uang itu. Joon berhasil kabur walaupun dengan kaki terluka parah karena digigit anjing dan disembunyikan mantan perawat kakeknya Jung Woo, perawat Hye Mi, di sebuah gudang kosong yang sempit. Nah di sanalah, dia pertama kali ketemu Soo Yeon.

Joon mungkin menganggap Soo Yeon seperti malaikat. Gimana enggak? Di saat semua teror dari orang-orang yang mencarinya dan mencoba membunuhnya. Ketika ibunya, satu-satunya orang yang dia punya dia pikir udah meninggal. Dan kakinya yang cacat permanen karena saudara tirinya sendiri. Soo Yeon muncul, berbicara padanya dan menanyakan bagaimana keadaannya. Bagi Joon, itu merupakan bentuk perhatian yang membuatnya merasa diinginkan di dunia. Dia percaya, masih ada orang yang mengkhawatirkan dirinya. Masih ada orang yang sayang dan peduli padanya.

Apalagi setelah Soo Yeon berkata kalo dia hanya membutuhkan satu orang yaitu Joon. Tentu saja dia memegang teguh kata-kata itu. Kata-kata yang akan membuat Joon berubah menjadi Harry Borrison yang menyingkirkan semua orang didekat Zoey. Sama seperti Harry yang hanya membutuhkan Zoey. Zoey hanya boleh membutuhkan Harry di sisinya. Egois? Mungkin iya. Tapi selama empat belas tahun Zoey selalu bergantung pada Harry. Harry memberikan perlindungan, pendidikan dan membantu Zoey beradapsi di lingkungan barunya. Mengangkat statusnya dari Lee Soo Yeon si anak pembunuh menjadi Zoey Lou seorang designer terkenal Perancis. Bahkan saking bergantungnya Zoey sama Harry, Zoey selalu spontan mencari Harry jika dia mendengar suara tongkat. Selama empat belas tahun, Zoey tak bisa jauh dari Harry karena Harry memberikan apapun yang Zoey inginkan tanpa pernah meminta apapun sebagai balasan. Bisa di bilang, Zoey hutang budi sama Harry.

Wajar kalo Harry marah. Dia menerima kalo Zoey belum bisa mencintainya. Tapi setelah semua kesetiaan dan pengorbanannya, sulit baginya menerima Zoey yang ternyata belum bisa melupakan cinta pertamanya, Han Jung Woo. Kenangan selama empat belas tahun bersamanya seperti menguap diudara ketika Jung Woo muncul. Belum lagi hati Zoey yang mulai goyah karena tahu ibunya ternyata sangat menyayanginya. Harry tak mau Zoey kembali ke keluarganya ataupun ke pelukan Han Jung Woo. Harry takut Zoey meninggalkannya. Harry takut sendirian dan dilupakan.

Bahkan saking takutnya Zoey bakal ninggalin dia, Harry pernah stres sampe jatuh sakit. Dia memohon sambil menangis agar Zoey jangan pergi karena dia udah nggak punya siapa-siapa lagi. Bagi yang udah nonton pasti tahu kan adegan Harry nangis? Sedih kan? Akting Yoo Seung Ho di sini emang daebak. Super duper keren. Dia berhasil bawain karakter Harry Borrison dengan baik. Nggak heran kalo di drama ini, karakter psikopat doi yang paling meninggalkan kesan.

Karakter Harry yang menganggap uang bisa membeli surga tak lepas dari ibunya yang mengajarkan begitu. Tapi walaupun begitu, seperti yang dia katakan sama Han Tae Joon, Zoey jauh lebih berharga baginya daripada uang atau apapun didunia. Harry bener-bener tulus mencintai Zoey walaupun dia mencintai dengan cara yang salah. Dengan mencintai Zoey, Harry berpikir cara satu-satunya adalah dengan menyingkirkan siapapun yang menjadi mimpi buruk Zoey. Padahal dengan mencintai Zoey, Harry seharusnya bisa berusaha menjadi satu-satunya mimpi indah yang Zoey miliki.

Coba bayangin deh readers, apa coba kurangnya Harry buat Zoey? Baik, pinter, tampan, kaya dan pengertian. Empat belas tahun bersama Zoey dan sekalipun nggak pernah marah. Huh, emang udah ciri khas kali ya drama korea itu punya second lead male yang super duper perfect? Apalagi endingnya. Miris rasanya. Sebenernya gue rada protes sama screenwriternya. Bagi gue pribadi, gue lebih prefer drama ini sad ending buat semua. Entah Zoey-nya mati atau Jung Woo-nya atau semuanya aja yang mati biar bebeb Harry nggak sedih sendiri. Lebih adil kan?!

Yang cukup menarik dari drama ini menurut gue adalah hubungan antara Harry dengan Asisten Yoon. Menurut detektif senior kepolisian, hubungan mereka bisa disebut sebagai kepatuhan total. Yaitu hubungan yang biasa terjalin antara majikan dan pelayan yang menganggap dirinya memiliki keterikatan emosi dengan bosnya. Duplicate emosi. Apapun yang dirasain Harry akan dirasain juga sama Asisten Yoon. Entah itu marah, kesel, bahagia ataupun merasa dikhianati. Jelas Asisten Yoon merasa hutang budi sama Harry karena pernah menyelamatkannya dari orang tua yang sering menyiksanya. Tapi membahayakan nyawa demi bunga plastik yang disukai Harry dan membunuh semua orang yang Harry benci adalah tingkat dimana itu bukan menjadi hal yang wajar dilakukan.

Beberapa adegan memperlihatkan Asisten Yoon sangat care dengan Harry. Menyelimuti Harry yang seharian menunggu Zoey. Dan menangis sedih melihat Harry yang putus asa dan menyuruhnya pergi juga sama seperti Zoey meninggalkannya. Dengan tulus Asisten Yoon menjawab kalo jika dia meninggalkan Harry justru dia yang akan merasa sendiri. Bagi Asisten Yoon, Harry seperti seorang malaikat penyelamat dan satu-satunya orang yang menerima kehadirannya. Nggak heran, walaupun dengan ancaman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan, dengan keadaan Harry yang menjadi buronan, tak sekalipun dia menyebut nama Harry sebagai orang yang menyuruhnya. Dia percaya Harry akan segera membebaskannya. Dia percaya sepenuh hati kalau Harry tak akan meninggalkannya. Harry akan menyelamatkannya.

Mungkin sikap memuja Asisten Yoon pada Harry–lah yang membuat Harry menjadi lebih egois. Asisten Yoon mungkin sangat berterima kasih pada Harry yang telah membunuh orang tuanya yang jahat. Tapi Zoey tak mungkin bisa menerima kalau Harry membunuh orang hanya demi menyenangkan dirinya. Harry salah mengira tentang reaksi Zoey pada tindakannya. Harry pikir Zoey akan bersikap sama seperti Asisten Yoon yang setia disampingnya setelah apa yang telah dia lakukan. Menjadi pembunuh berdarah dingin tanpa penyesalan dan buronan polisi, Harry justru telah berubah menjadi sosok ayahnya dalam kenangan masa lalu yang menyakitkan, yang sangat dia takuti, yang begitu dia benci.

Gue rasa drama ini cukup recomended buat iseng-iseng ngisi waktu luang. Kalian bisa cuci mata sama baju-baju keren dan unik di drama ini. Baju-baju Zoey banyak yang cute. Pas dan cantik banget di pake sama Yoon Eun Hye yang bodinya kayak gitar Spanyol. Baju-baju Yoo Seung Ho apalagi. Cocok banget buat karakter Harry yang seorang eksekutif muda. Baju-bajunya formal tapi kelihatannya santai dan nggak kaku. Dan gue tertarik banget sama tongkatnya Harry. Simple but elegan. Ada tulisan Sauvez-nous, Seigneur Dieu. Artinya itu selamatkan kami, Tuhan. Arghh, pengen banget punya tongkat kayak gitu.

Jujur aja, gue nonton drama ini dengan banyak adegan yang diskip-skipin. Abis gimana lagi, gue lebih suka Zoey-Harry couple daripada Soo Yeon-Jung Woo. No offence ya, ini cuma masalah selera. Bagi yang merasa Soo Yeon-Jung Woo yang lebih oke, monggo, silahkan di ship-in. Bahkan kalo ada yang nge-ship Harry-Jung Woo juga boleh. Harry- Asisten Yoon? Boleh banget! *dasar otak yaoi* Pokoknya suka-suka aja deh. Yang penting hati senang. Iya kan, readears, chingu-chingu sekalian? xD

So, see you next time guys.

Note : Semoga yang tinggalin komen hidupnya berkah. Aminnnn

Kamis, 24 September 2015

Memilih Meninggalkanmu

Genangan kenangan beriak yang timbul

Merentang tangan menyibak luka

Kau.. aku.. akhirnya bertemu

Mengungkap warna dan wangi jati diri

Udara hangat menguar meninggi

Menyisakan satu lampu yang berpendar lemah

Teman..

Sebuah ingatan bahkan menembus lorong waktu

Sebuah alasan aku mensyukuri aku pernah dilahirkan

Sebelum luka yang kutinggalkan

Sebelum masa depanmu yang kuhancurkan

Sebelum ada mimpi kubuang sia-sia

Sahabat...

Senyumku terkembang di bibirku berlari bersamamu

Hatiku tertawa menggelitik saat kau merangkulku

Saat aku merasa aku mampu hidup dengan hanya memilikimu

Chingu...

Aku hanya membutuhkanmu

Karena aku hanya memilikimu disisiku

Namun ketika hatiku telah dikuasai kerakusan

Keserakahan yang membutakan mata

Menutup telinga

Ketika kau yang terluka adalah saat yang paling ku benci

Memberimu luka pengkhianatan yang abadi terukir

Dengan tanganku sendiri aku melakukannya

Aku telah membuat diriku pantas untuk dibenci

Bahkan kutukan dan makian terasa lebih manusiawi

Dibanding tatapanmu yang begitu kecewa

Kau yang layu seperti bunga

Yang remuk seperti keramik

Tetap membiarkanku disisimu

Ini salah...

Kau yang tak membenciku justru membuatku lebih membenci diriku sendiri

Kau yang dengan mudah memaafkan kesalahanku

Hanya membuatku berkubang dalam rasa bersalah

Pikiranku yang sempit dan buntu

Tak bisa menanggung semuanya

Aku terlalu takut suatu saat kau akan menyesal kita pernah berteman

Aku tak bisa menunggu

Membiarkan waktu berlalu

Dan akhirnya mendengar kau tak ingin lagi menjadi temanku

Kita sahabat selamanya

Hanya itu yang ku tau

Hanya itu yang ku ingat

Aku hanya ingin selamanya begitu

Karena itu... maafkan aku, chingu

Yang memilih meninggalkanmu