Disclaimer :
Cerita ini hanya fiktif belaka. Penulis hanya melakukannya untuk have fun saja dan tidak mengambil keuntungan sepeser pun dari fanfic ini. Mohon maaf bila ada typo.So, Enjoy it~~ ^^
Warning! Boys x boys, yaoi, bromance, fujoshi
Jongbin, woosuk couple.
Cast :
Selain Kim Woobin dan Lee Jongsuk, author kasih kebebasan pembaca untuk berimajinasi tokoh-tokoh yang ada.
Happy reading this fanfiction ! :)
Previous Chapter :
Hyung..
Sambungan telepon terputus.
Jongsuk melemparkan ponselnya sembarangan ke tempat tidur lalu membantingkan tubuhnya ke kasur yang empuk. Matanya terpejam. Hari ini sangat melelahkan buat Lee Jongsuk.
"Kau benar-benar bajingan, Kim Woobin."
***
Jongsuk bangun pagi sekitar pukul setengah 8 dengan wajah kaget. Dia ingat kalau Managernya akan segera datang. Karena tak ingin kena omelan dipagi hari, Jongsuk buru-buru bergegas mandi.
"Sekya, packing!" Dalam hati dia mengumpat karena ketiduran semalam sehingga tidak merapikan apapun. Dengan terburu-buru dia merapikan semua baju-baju dan sepatunya dalam koper. Tapi karena berantakan, koper itu tidak mampu memuat semuanya. Terpaksa, Jongsuk membongkarnya lagi dan memasukkannya perlahan.
Belum selesai berbenah, Managernya sudah keburu datang. Dia hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat Jongsuk yang baru mem-packing barangnya sekarang.
Jongsuk hanya bisa nyengir polos.
"Makanlah. Biar aku lanjutkan." kata Managernya pada Jongsuk. Tangannya meraih salah satu baju Jongsuk.
Jongsuk menolak. Dia tak beranjak dan memilih melanjutkan aktivitasnya. "Kau tak perlu melakukan itu lagi, hyung. Aku sudah dewasa sekarang. Biar aku sendiri yang melakukannya."
"Apakah Woobin membalas pukulanmu dan membuat kepalamu terbentur?" tanya Manager Go takjub. "Aku harus mentraktirnya ramen nanti. Aku harap dia juga membuatmu melupakan keinginanmu."
Jongsuk melempar bajunya kesal.
"Aku serius, hyung.." katanya sambil mendesah pasrah.
Manager Go tertawa.
"Hei, kau pikir ini gratis! Kau harus tahu kalau aku hanya melakukan tugasku saja. Karena apapun keputusanmu nanti, apapun itu gajiku bulan ini merupakan hasil kerja kerasmu. Jangan besar kepala."
Jongsuk mengangguk-ngangguk sambil nyengir.
"Kau terdengar seperti tak mau kehilanganku, hyung." kata Jongsuk sambil menyipitkan mata menggoda.
Manager Go terlihat kelabakan menjawab.
Jongsuk yang tersenyum langsung memeluk erat Managernya.
"Aku menyayangimu, hyung."
Manager Go Jung Kyo terbatuk-batuk saking eratnya pelukan Jongsuk. "Hei bodoh, lepaskan. Kau ingin membunuhku rupanya. Lepaskan. Lepaskan!"
Jongsuk lepaskan pelukannya pada Manager Go.
"Aku akan sangat merindukanmu, hyung."
"Karena itu jangan melakukannya."
Jongsuk tersenyum sedih. "Aku akan memikirkannya."
***
Kim Woobin terlihat sangat sibuk menata roti-roti beraneka rasa ke dalam etalase-etalase di Kedai Roti Jjang. Sambil melayani pembeli, Woobin sesekali mengecek adonan rotinya di oven. Roti-roti yang sedang mengembang sempurna itu, tak jarang membuat pengunjung yang datang menghirup napas dalam-dalam. Harum sekali.
Hari ini, Kakek Go dan Woobin mendapat banyak sekali pesanan roti dari keluarga Dae Hong yang akan mengadakan semacam perkumpulan warga dirumahnya nanti malam. Woobin sempat bertanya tentang hal apa yang dibicarakan pada ayah Dr. Kang Min Ra saat datang membeli beberapa pie strawberry. Tapi ahjussi itu menjawab kalau mungkin Dae Hong hanya ingin beramah-tamah. Woobin pun tak bertanya lagi.
Selain pesanan itu, Kakek Go dan Woobin disibukkan oleh pengunjung yang datang seolah tak ada habisnya. Pengunjung-pengunjung itu datang seolah mereka wajib memakan roti pagi ini. Kakek Go bahkan sempat meyakinkan Woobin kalau hari ini adalah Hari Roti Nasional. Tapi Woobin tak percaya ada hari seperti itu di Korea.
Setelah melayani seorang gadis yang membeli dua roti dengan ektra keju dan satu topping mocca, Woobin menghela napas. Kedai itu sepi tak ada pengunjung. Woobin memanfaatkannya dengan mengambil beberapa jenis roti yang baru Kakek Go panggang kedalam etalase kaca.
Saat Woobin di dapur, tiba-tiba lonceng dipintu masuk berbunyi.
"Ada pelanggan" kata Kakek Go. Woobin cepat-cepat berlari menyambut. Begitu sampai kedai, dia melihat kakak angkatnya yang tersenyum di samping Lee Jong suk.
"Hyung-nim.." seru Woobin senang. "Kau pulang? Kau ingin bertemu Kakek?"
Go Jung Kyo menjawab singkat. "Adakah dia?"
Woobin mengangguk semangat. "Tentu, akan kupanggilkan."
Woobin berlari menemui Kakek Go yang sedang menata cerry di atas krim roti. Saking senangnya anaknya datang, Kakek Go tak sengaja meletakkan tangannya di atas roti yang penuh krim. Alhasil, roti itu pun rusak tak berbentuk. Buru-buru Kakek Go mengelap krim roti ditangannya dengan lap yang diberi Woobin dan menemui anaknya di dalam kedai.
Go Jung Kyo sangat senang melihat ayahnya yang datang langsung memeluknya. "Appa, aku kangen appa."
Kakek Go terlihat menangis. "Jung Kyo, appa lebih merindukanmu. Kau baik-baik saja kan? Oh tidak, kau kurus sekali nak. Pekerjaanmu pasti membuatmu makan dengan buruk. Menetaplah sebentar. Aku bertaruh, aku pasti mampu membuat tubuhmu lebih berisi." katanya sambil memperhatikan tubuh Jung Kyo prihatin.
Jung Kyo tertawa sambil mengelap air matanya. Dia memeluk ayahnya sekali lagi.
"Appa, apa kau lupa tentang 'menjadi seorang pria sejati'? Setahun lalu kau bilang aku harus menguruskan badan dan berlatih judo dengan keras ketika aku kalah bertarung dengan Woobin. Kenapa kini kau berubah pikiran?"
Kakek Go memukul kepala Jung Kyo. Jung Kyo mengeluh kesakitan.
"Kau ini, selain lemah ternyata kau benar-benar anak kurang ajar."
Jung Kyo menggurutu. Dia bilang kalau mungkin saja dia yang sebenarnya anak angkat.
Kakek Go melihat Jongsuk dengan tajam. Jongsuk terlihat salah tingkah sendiri. Dia mengingat wajah shock kakek Go ketika dia meninju Woobin kemarin. Dengan ragu-ragu dia mencoba tersenyum ramah.
"Eh, Kek.." katanya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Soal kemarin, aku... Woobin..."
Kakek Go tersenyum. "Kau pasti mau bilang kau dan Woobin hanya salah paham kan? Woobin sudah menceritakan semua. Tenang saja, dia bilang dia yang akan membayar hutangnya. Kalau pun tidak, aku bisa membayarnya saat ini. Kurasa jumlahnya tidak banyak."
Jongsuk mendengar Kakek Go dengan tatapan heran. Dia hanya mengangguk-angguk mengiyakan perkataan Kakek Go yang menyuruhnya memasukkan barang-barangnya ke dalam rumah sambil sesekali menatap Woobin.
***
Kim Woobin menghela napas panjang. Lelah sekali memindahkan barang-barang Jongsuk yang sangat banyak itu dari mobil pengangkut ke kamarnya di lantai atas. Semua sepatu dan baju-baju itu bahkan membutuhkan sepuluh kali balik untuk memindahkannya. Saking banyaknya barang-barang bawaan Jongsuk, Woobin sempat berpikir kalau mungkin jumlah barang Jongsuk lebih banyak dari gabungan seluruh warga didesa ini.
Woobin menggerutu kesal pada Jongsuk. Jongsuk sendiripun terlihat sama lelahnya dengan dirinya.
"Hei, apa kau gila? Mengapa kau membawa barang sebanyak ini? Kau hanya beberapa bulan disini. Tapi dari banyaknya baju-baju yang kau bawa, orang pasti akan berpikir kalau kau akan tinggal selamanya."
Woobin menyandarkan tubuhnya ke dinding tembok. Kepalanya menengadah mencoba menghilangkan rasa lelah. Jongsuk melakukan hal yang sama. Tatapan matanya tak lepas dari wajah Woobin.
"Pembohong!" kata Jongsuk tiba-tiba. Woobin menoleh bingung.
"Kau bicara padaku?"
"Kau lihat orang lain disini?" kata Jongsuk ketus.
"Apa maksudmu berkata begitu?" tanya Woobin heran. Woobin mengingat sejenak lalu menepuk keningnya pelan. "Oke, aku minta maaf."
Jongsuk menatap Woobin. "Kau tahu apa kesalahanmu?"
Woobin mengangguk. "Pasti tentang hutangku kan? Memang aku berjanji akan membayarnya sebulan setelah aku meminjamnya. Tapi kau tahu kalau kita tidak bertemu sesudahnya. Setelah sekian tahun, aku minta maaf kalau aku melupakannya..."
Woobin yang masih terus berbicara berhenti ketika melihat pandangan mata Jongsuk yang berubah kosong.
"Aku tak peduli dengan uang itu, brengsek."
Woobin semakin bingung.
Jongsuk menatap Woobin dalam dengan pandangan terluka.
"Kau dulu berjanji padaku. Aku melalui banyak hal sulit tapi tak pernah sedikitpun aku melupakan janji itu. Kau begitu tulus dan bersungguh-sungguh ketika mengatakannya saat itu. Apa kau mengingatnya?"
Woobin merasa bersalah, dia tak mengingat sedikitpun tentang janjinya. "Minhae.."
"Sudahlah, aku tahu akan seperti ini..."
Jongsuk bangun berdiri. "Terima kasih karena membantuku tadi." katanya tanpa menoleh. "Dan Woobin, jangan bicara padaku sebelum kau mengingat janji itu."
Dia pun berjalan memunggungi Woobin yang masih tertegun.
***
(to be continued)
Leave comment please :-)